Thursday, 27 June 2013

Keunggulan Komparatif

 1.  Teori Keunggulan Komperatif
      Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage) merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo. Menurutnya, perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antarnegara. Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya. Sebagai contoh, Indonesia dan Malaysia sama-sama memproduksi kopi dan timah. Indonesia mampu memproduksi kopi secara efisien dan dengan biaya yang murah, tetapi tidak mampu memproduksi timah secara efisien dan murah. Sebaliknya, Malaysia mampu dalam memproduksi timah secara efisien dan dengan biaya yang murah, tetapi tidak mampu memproduksi kopi secara efisien dan murah. Dengan demikian, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi kopi dan Malaysia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi timah. Perdagangan akan saling menguntungkan jika kedua negara bersedia bertukar kopi dan timah.[1]          
      Menurut Keunggulan komparatif dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu Negara tidak memiliki keunggulan absolute dalam memproduksi 2 jenis komoditas jika dibandingkan Negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berelangsung, selama rasio harga antar Negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan. Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja yang menyatakan hanya satu factor produksi yang penting menentukan nilai suatu komoditas, yait factor tenaga kerja. nilai suatu komoditas adalah proporsional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya.
      Teori Keunggulan komperatif Ricardo disempurnakan oleh teori biaya imbangan. argumentasi dasarnya bahwa harga relative dari  komoditas yang berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya. biaya disini menunjukan produksi komoditas alternative yang harus dikorbankan untuk menghasilkan komoditas yang bersangkutan. selanjutnya menurut Simatupang (1991) maupun Sudaryanto dan simatupang (1993), konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam arti daya saing yang akan dicapai pada perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. aspek yang terkait dengan konsep keunggulan komparatif  adalah kelayakan ekonomi.
      Teori keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo ini bertujuan  untuk melengkapi teori Adam Smith yang tidak mempersoalkan kemungkinan adanya negara-negara yang sama sekali tidak mempunyai keuntungan mutlak dalam memproduksi suatu barang terhadap negara lain misalnya negara yang sedang berkembang terhadap negara yang sudah maju. Untuk melengkapi kelemahan-kelemahan dari teori Adam Smith, Ricardo membedakan perdagangan menjadi dua keadaan yaitu:

1. Perdagangan dalam negeri.
2 Perdagangan luar negeri.

Menurut Ricardo keuntungan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith dapat berlaku di dalam perdagangan dalam negeri yang dijalankan atas dasar ongkos tenaga kerja, karena adanya persaingan bebas dan kebebasan bergerak dari faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal.

      Karena itu masing-masing tempat akan melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang-barang tertentu apabila memiliki ongkos tenaga kerja yang paling kecil. Sedangkan untuk perdagangan luar negeri tidak dapat didasarkan pada keuntungan atau ongkos mutlak. Karena faktor-faktor produksi di dalam perdagangan luar negeri tidak dapat bergerak bebas sehingga barang-barang yang dihasilkan oleh suatu negara mungkin akan ditukarkan dengan barang-barang dari negara lain meskipun ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang tersebut berlainan.
      Dengan demikian inti Keuntungan komparatif dapat dikemukakan sebagai berikut:
Bahwa suatu negara akan menspesialisasi dalam memproduksi barang yang lebih efisien di mana negara tersebut memiliki keunggulan komparatif.( Budiono, 1990:35)
      Atau dengan kata lain dapat dikemukakan sebagai berikut: Kemampuan untuk menemukan barang-barang yang dapat di produksi pada tingkat biaya relatif yang lebih rendah daripada barang lainnya. ( Charles P.Kidlleberger dan Peter H. Lindert, Ekonomi Internasional (terjemahan Burhanuddin Abdullah,1991:30). Untuk itu bagi negara yang tidak memiliki faktor-faktor produksi yang menguntungkan, dapat melakukan perdagangan internasional, asalkan negara tersebut mampu menghasilkan satu atau beberapa jenis barang yang paling produktif dibandingkan negara lainnya.
      Dalam teori keunggulan komparatif ini suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi barang atau jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi. Berikut adalah ringkasan dari asumsi Teori David Ricardo :
1.      Hanya ada dua negara yang melakukan perdagangan Internasional
2.      Hanya ada 2 barang (komoditi) yang diperdagangkan
3.      Masing-masing negara hanya mempunyai 2 unit faktor produksi
4.      skala produksi bersifat “contant return to scale” artinya harga relatif barang-barang tersebut adaah sama pada berbagai kondisi produksi
5.      Berlaku labour theory of value (teori nilai tenaga kerja) yang menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu barang (komoditi) adalah sama dengan atau dapat dihitung dari jumlah waktu jam kerja yang dipakai dalam memproduksi barang komoditi tersebut.[2]
  
2.  Contoh Kasus dari keunggulan komparatif
      Untuk dapat mengetahui secara jelas dalam penerapan keunggulan komparatif di suatu Negara, maka dapat di ambil contoh kasus sebagai berikut :
Ada Dua Negara yaitu Indonesia dan Persia, dan ada dua barang yaitu Permadani dan rempah-rempah. Untuk menghasilkan sehelai permadani di Persia seorang harus bekerja selama 4 hari. sebaliknya untuk menghasilkan 1 kg rempah-rempah di Indonesia seorang harus bekerja selama 2 hari, sedang di Persia 3 hari. kebutuhan hari kerja bagi kedua barang di kedua Negara tersebut bisa diringkas sebagai berikut :


Persia
Indonesia
Permadani
2 hari
4 hari
Rempah-Rempah
3 hari
2 hari




      Contoh diatas adalah kasus yang sangat sederhana dan memberikan kesimpulan yang jelas mengenai siapa-siapa yang akan mengekspor  dan mengimpor. namun keadaan nyata tidaklah selalu sesederhana itu. untuk berbagai barang, tidak jarang dijumpai bahwa suatu Negara yang efisien dalam memproduksikan suatu barang, juga efisien dalam memproduksikan barang-barang lain. ini disebabkan, misalnya oleh penggunaan teknologi dan mesin-mesin yang lebih efisien, atau ketrampilan kerja penduduk yang secara rata-rata memang menonjol. dalam hal ini kita menghadapi kasus di mana suatu Negara mempunyai keunggulan mutlak dalam memproduksi semua barang. lalu apakah ii berate bahwa Negara ini akan mengekspor semua barang dan sama sekali tidak mengimpor ? teori keunggulan mutlak akan menjawab “ya” tetapi ekonom klasik David Ricardo mengatakan “tidak”. dalam hal ini, menurut david Ricardo yang berlaku adalah teori keunggulan komparatif. suatu Negara hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan komparatif rendah.
Jika seandainya contoh tersebut diubah menjadi sebagai berikut :


Persia
Indonesia
Permadani
2 hari
4 hari
Rempah-Rempah
3 hari
4 hari

      Disini Persia mempunyai keunggulan mutlak dalam kedua barang tersebut, karena keduanya bisa diproduksikan lebih murah di Persia. Ricardo mengatakan bahwa dalam hal ini tidak berarti bahwa Persia akan mengekspor baik permadani maupun rempah-remph ke Indonesiaa. dalam keadaan inipun Indonesia masih akan mengekspor rempah-rempah ke Persia dan Persia mengekspor Permadani ke Indonesia. Mengapa ? Inilah penjelasan Ricardo :
      Sebelum ada perdagangan, di Persia 2 helai permadani mempunyai nilai yang sama dengan 2 kg rempah-rempah, sedangkan di indonesia sehelai permadani sama dengan 1 kg rempah-rempah. dinyatakan dalam rempah-rempah, permadani di Persia relative lebih murah daripada permadani di Indonesia. satu kg rempah-rempah di Persia bisa ditukar dengan satu setengah helai permadani, sedang di Indonesia 1 kg rempah-rempah hanya bisa ditukar dengan 1 helai permadani. kita katakana disini bahwa Persia mempunyai keunggulan komparatif dalam produksi  permadani dan Indonesia mempunyai keunggulan  komparatif dalam produksi rempah-rempah. oleh sebab itu akan menguntungkan kedua belah pihak apabila Indonesia bisa menukarkan rempah-rempahnya dengan permadani Persia dan Persia menukarkan permadaninya dengan rempah-rempah Indonesia. jadi, jelas bahwa adanya keunggulan komparaitf bisa menimbulkan manfaat perdagangan bagi kedua belh pihak dan selanjutnya akan mendorong timbulnya perdagangan antar Negara. keunggulan komparatif mendorong Persia untuk mengekspor permadinya ke Indonesia dan mengimpor rempah-rempah dari Indonesia . sebaliknya, Indonesia akan terdorong untuk mengekspor rempah-rempahnya ke persia dan mengimpor permadani dari Persia. orongan pertukaran ini tetap ada meskipun kita lihat bahwa Persia mempunyai keunggulan mutlak dalam kedua barang tersebut.



[2] Ir. sahibul Munir SE, M.si, Pengantar Ekonoi Makro.

Thursday, 30 May 2013

Strategi Indonesia dalam menghadapi MEA 2015





Globalisasi telah menjadi topik yang banyak diperbincangkan dalam dua decade terakhir, umumnya secara antusias dan bersemangat, namun kadang dibayangi oleh kekhawatiran dan kekecewaan. Globalisasi, yang tidak lain berarti integrasi ekonomi secara menyeluruh, akan segera ,menampakkan bentuknya di mata negara-negara ASEAN dalam bentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Hal yang mendasari dari pembentukan MEA 2015 ini adalah adanya sebuah keinginan dari para pemimpin ASEAN untuk mewujudkan pusat perdagangan kawasan terintegrasi sebagai wujud komitmen untuk menciptakan dan meningkatkan pembangunan komunitas ASEAN dalam menghadapi tantangan global.
            Pembentukan MEA tak lepas dari semakin meningkatnya kerjasama ekonomi antar Negara ASEAN. Tercatat sejak tahun 2003 perdagangan intra-ASEAN telah mengalami kenaikan volume secara terus menerus. Hal ini menjadi pemicu integrasi ekonomi yang lebih erat diantara Negara-negara ASEAN. Selain itu pembentukan MEA disebabkan adanya dinamika eksternal maupun dinamika internal.

a.       Dinamika eksternal
·         Terdapat kecenderungan perubahan lingkungan strategi global yang menuntut Negara-negara di dunia untuk senantiasa meningkatkan daya saingnya.
·         Pada tataran regional, terdapat gerakan kearah pengintegrasian kekuatan ekonomi yang berbasis pada pasar tunggal (single market) dan produksi tunggal yang terintegrasi (simple production)
·         Munculnya china dan india sebagai kekuatan ekonomi dunia yang merubah arsitektur perdagangan dunia, khususnya di kawasan Asia Timur.

b.      Dinamika Internal
·         Potensi pasar yang cukup besar
·         Pertumbuhan kerjasama Ekonomi masih cukup rendah dibandingkan dengan potensi yang dimiliki.
·         Implementasi AFTA masih sangat rendah

Pembentukan MEA 2015 bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN lebih stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, dimana terdapat kebebasan lalu lintas barang, jasa, investasi, modal, pembangunan ekonomi yang merata dan mengurangi tingkat kemiskinan serta kesenjangan social ekonomi pada tahun 2015.


Berikut adalah beberapa Strategi Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 :
1.      Perbaikan Iklim Investasi dan Penguatan Institusi
            Terciptanya suatu lingkungan ekonomi makro yang mendukung investasi, kompetisi dan pembangunan sektor swasta merupakan factor krusial dalam persiapan integrasi ekonomi. Termasuk di dalamnya adalah perbaikan dalam hal yang terkait dengan institusi seperti birokrasi yang kompeten dan efisien, sistem hukum yang maju, dan pengakuan terhadap hak cipta. Selain itu, institusi keuangan juga harus diperkuat agar dapat mengelola secara efektif peningkatan arus modal masuk dan keluar yang semakin cepat sebagai dampak dari integrasi ekonomi. Aturan yang tepat juga harus dibuat untuk menjamin agar dana-dana yang terlibat disalurkan ke sektor-sektor produktif dan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya krisis keuangan regional kembali. Yang tak kalah penting, seperti telah dikemukakan di sub-bab sebelumnya, kebijakan moneter yang prudent perlu tetap dipertahankan karena akan berdampak positif pada inflasi dan stabilitas ekonomi makro sehingga mendukung investasi.
            Selain sejumlah institusi di atas, yang juga sangat penting adalah institusi yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (human capital). Gambaran kondisi SDM Indonesia yang tidak terlalu menggembirakan menyebabkan pemerintah harus berpacu dengan waktu untuk mengejar ketertinggalan dalam kualitas SDM. Alokasi anggaran pemerintah untuk dana pendidikan serta pendirian balai peningkatan latihan dan keterampilan harus menjadi prioritas. Yang juga penting adalah penguatan institusi yang secara langsung terkait dengan pengelolaan program-program pengentasan kemiskinan agar lebih efisien dan efektif dalam memberikan bantuan kepada golongan miskin dan kaum yang terbelakang. Contoh dari institusi-institusi tersebut adalah yang terlibat dalam skema-skema redistribusi lahan, kredit mikro, dan programprogram kesejahteraan sosial. Mayoritas dari orang miskin berada di pedesaan, sehingga menjadi penting untuk memperkuat kapasitas institusi yang terjun di daerah tersebut.
            Terakhir, terdapat kebutuhan untuk membangun institusi-institusi yang dapat membantu negara-negara anggota membangun industri-industri utama mereka. Produksi dari produk-produk dan jasa-jasa yang berbeda-beda dapat membantu meningkatkan perdagangan intraregional. Untuk keperluan ini, penelitian dan inovasi produk harus dilakukan sehingga tiap negara dapat mengembangkan produk unggulannya masingmasing. Besarnya dukungan terhadap riset dan pengembangan teknologi akan berdampak pada kinerja perdagangan dan  pertumbuhan dari negaranegara anggota. Insentif untuk inovasi sudah seharusnya ditingkatkan, terutama di ekonomiekonomi kurang maju sehingga memungkinkan negara-negara tersebut memperoleh keuntungan dari pasar yang lebih besar melalui adanya integrasi. Disamping itu insentif untuk inovasi juga dimaksudkan untuk mengatasi perbedaan pendapatan antara negara-negara berpendapatan tinggi dan rendah yang mungkin melebar karena ekonomi-ekonomi yang lebih maju dan unggul secara teknologi mungkin justru dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dari integrasi.

2.      Persiapan di Tingkat Sektoral
        Telah ditetapkannya 12 (dua belas) sector sebagai sektor yang akan diliberalisasi menyebabkan Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain mempersiapan sektor-sektor tersebut. Efek negatif yang mungkin dalam jangka pendek dari liberalisasi harus secara jelas dikomunikasikan pada sektor-sektor yang terpengaruh untuk membantu persiapan mereka melalui pelatihan ulang, peningkatan keterampilan, atau peralihan perlahan-lahan ke pekerjaan lain. Pihak pemerintah juga harus menunjukkan pada sektor-sektor yang terkena dampaknya tersebut, efek positif dari liberalisasi yang lebih dalam sehingga mereka dapat memberi apresiasi terhadap kebijakan tersebut. Adanya konsultasi yang intensif dengan kelompok yang terpengaruh dapat menghindari reaksi yang tidak diinginkan.

3.      Pengamanan Pasar Produk Dalam Negeri
·         Pengetatan pengawasan penggunaan Surat Keterangan Asal barang (SKA) dari negara mitra FTA.
·         Penggunaan produk dalam negeri dengan gerakan ACI, kampanye “Nation Branding”, dan pengembangan ekonomi kreatif  (Inpres No. 6/2009: Program Ekonomi Kreatif yg hrs dilaksanakan 27 Kementerian dan PEMDA).
Berikut adalah Program Ekonomi Kreatif (Inpres No. 6/2009) à dengan program aksi yang harus dilaksanakan oleh 27 Departemen dan Pemda:
a.  Presiden mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Indoneia Kreatif yang ditandai dengan penyelenggaraan Pameran Virus Kreatif  (mencakup 14 sub-sektor industri kreatif) dan Pameran Pangan Nusa 2009 mencakup kreatifitas industri pangan INA oleh UKM;
b.  Pembuatan PORTAL Ekonomi  Kreatif Indonesia, Pembuatan Data Eksportir, Importir, Perusahaan, Asosiasi dan Pelaku Industri Kreatif serta Lembaga Pendidikan Formal/Non-Formal
c. Cetak biru ”Rencana Pengembangan Industri Kreatif Nasional 2025” memuat rencana pengembangan 14 subsektor industri kreatif tahun 2009−2015 (Inpres No. 6 Tahun 2009 yang mendukung  kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif tahun 2009−2015);
d.  Prioritas 2009-2014 pada 7 kelompok industri kreatif yaitu , Arsitektur, Fesyen, Kerajinan, Layanan Komputer dan Piranti Lunak, Periklanan, Permainan Interaktif, Riset dan Pengembangan;
e.   mendorong ide dan aktivitas kreatif seperti dengan menampilkan tokoh kreatif contoh fesyen desainer, pengembangan blog #Indonesiaunite, lagu 100% Cinta INA à cinta dan bangga produk INA
·         Menciptakan perdagangan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif: reformasi kebijakan pendukung investasi, pengemb kawasan perdagangan bebas dan kawasan ekonomi khusus, dan peningkatan pelayanan perizinan perdagangan bagi dunia usaha (Unit Pelayanan Perdagangan, Inatrade, NSW, SKA Online)
·         Tindakan pengamanan produk dalam negeri  dan pengawasan terhadap barang beredar dan jasa
·         Menerapkan Early Warning System terhadap kemungkinan terjadinya lonjakan impor.

4.      Penguatan Daya Saing Global
·         Ditetapkan UU Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
·         Perbaikan pelayanan publik (National Single Window (NSW), National Infrastructure Quality, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)/ Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE)  Peningkatan Efisiensi Perdagangan DN: revitalisasi pasar domestik, pemberian KUR, penyaluran pupuk bersubsidi, bantuan pemasaran UMKM dan pengemb jaringan kemitraan, pengemb ketrampilan pelaku MUKM, pengemb UMKM ekspor, pengemb perdagangan berjangka komoditi, pasar lelang dan resi gudang.
·         Pengembangan Infrastruktur lainnya: pembentukan lembaga-lembaga sertifikasi, Reformasi Regulasi, Harmonisasi Regulasi Pusat dan Daerah, Penyusunan Regulasi
·         Menyusun peta logistik dan pasar dalam negeri untuk komoditas strategis dan unggulan ekspor

5.      Penguatan Ekspor
·         Peresmian LPEI pada tanggal 1 September 2009 (UU No. 2 tahun 2009), Arah Pengembangan Indonesia Eximbank Tahun 2010: Pembiayaan, Penjaminan, Asuransi, dan Sumber Dana
·         Promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi
·         Program Pengembangan Produk dan Akses Pasar melalui penciptaan brand, identifikasi potensi ekspor, dan pengemb produk; serta Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pelaku Ekspor
·         Program Pengembangan Citra Indonesia: Promosi Produk Ekspor Nasional (misi dagang, penetrasi pasar, dan promosi ekspor), ikut serta dalam World Expo
·         Peningkatan Kerjasama dan Diplomasi Perdagangan Internasional ditingkat Multilateral, Regional dan Bilateral serta Penguatan peran perwakilan Luar Negeri: ATDAG, ITPC di negara-negara potensi pasar Indonesia