Tuesday, 4 March 2014

Ekonomi Informal

Ekonomi Informal
Dalam sejarah perekonomian Indonesia, kegiatan usaha sektor informal sangat potensial dan berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga kerja secara mandiri. Jauh sebelum krisis ekonomi sektor informal sudah ada, resesi ekonomi nasional tahun 1998 hanya menambah jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor informal. Pedagang sektor informal adalah orang yang bermodal relatif sedikit berusaha dibidang produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat. Usaha tersebut dilaksanakan di tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal (Winardi, 2000).
Menurut Mulyadi (2003: 95) sektor informal adalah unit-unit usaha yang tidak atau sama sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah. Sektor informal yang ada di kota maupun di desa tidak mendapatkan perlindungan yang cukup besar dari pemerintah sehingga apabila dilakukan penggusuran sektor informal tidak bisa berbuat banyak. Selain itu, perlindungan terhadap sektor informal ini dapat berupa tarif proteksi, kredit dengan bunga yang relatif rendah, pembimbingan, penyuluhan, perlindungan dan perawatan tenaga kerja, terjaminnya arus teknologi import, hak paten dan sebagainya. (Mulyadi, 2003: 95).
Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 9 Ttahun 1995 Tentang Usaha Kecil, sektor informal adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. Undang-undang (UU) ini yang menjelaskan serta mengatur jalannya usaha kecil seperti sektor informal dan juga tentang ekonomi kerakyatan yang ada di masyarakat serta berbagai hal yang berkaitan dengan usaha kecil pedagang kaki lima (PKL), warung-warung keluarga, penjual makanan keliling, pedagang sayuran, dan lain-lainnya yang masing-masing usahanya bersifat kekeluargaan.
Sedangkan definisi ILO (Organisasi Buruh Internasional) tentang sektor informal adalah cara melakukan pekerjaan apapun dengan karakteristik mudah dimasuki, bersandar pada daya lokal, usaha milik sendiri, beroperasi dalam skala kecil, padat karya dan dengan teknologi yang adaptif, memiliki keahlian di luar sistem pendidikan formal, tidak terkena langsung regulasi, dan pasar yang kompetitif (Kompas, 15/04/06). Untuk mempermudahnya akan dipakai definisi atau pengertian sektor informal dari ILO karena sifatnya yang bisa mencakup semua aspek yang ada dalam sektor informal. Selain itu definisi ini mempermudah bagian-bagian mana yang ada dalam sektor informal dari segi mendirikan, menjalankan, teknologi, modal dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sektor informal.
Menurut Todaro (1998) karakteristik sektor informal adalah sangat bervariasi dalam bidang kegiatan produksi barang dan jasa berskala kecil, unit produksi yang dimiliki secara perorangan atau kelompok, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang dipakai relatif sederhana, para pekerjanya sendiri biasanya tidak memiliki pendidikan formal, umumnya tidak memiliki keterampilan dan modal kerja. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung rendah dibandingkan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan di sektor formal. Pendapatan tenaga kerja informal bukan berupa upah yang diterima tetap setiap bulannya, seperti halnya tenaga kerja formal. Upah pada sektor formal diintervensi pemerintah melalui peraturan Upah Minimum Propinsi (UMP). Tetapi penghasilan pekerja informal lepas dari campur tangan pemerintah.
Gambaran sektor formal-informal dapat menjadi sinyal perekonomian negara, semakin maju perekonomian maka semakin besar peran sektor formal. Elastisitas sektor informal dalam menyerap tenaga kerja menjadikan sektor ini selalu diminati meskipun nilai tambah yang dihasilkan tidak sebesar sektor formal. Sektor informal rata-rata disetiap provinsi menyerap sekitar lebih dari 50 persen angkatan kerja perkotaan. Sektor ini juga mampu bertahan dalam situasi krisis ekonomi dibanding usaha lain. Hal ini disebabkan karena sektor informal relatif tidak tergantung pada pihak lain, khususnya bidang permodalan, fleksibel, mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan mampu mengidentifikasi peluang yang muncul.
Prospek dan perkembangan Sektor Informal yang meningkat dari tahun ke tahun ternyata tidak sejalan dengan permasalahan yang dihadapi oleh sektor informal, baik permasalahan intern maupun ekstern. Permasalahan intern yang dihadapi antara lain: banyaknya pesaing usaha yang sejenis, belum adanya pembinaan yang memadai dan akses kredit yang masih sukar dan terbatas. Sedangkan permasalahan ekstern yang dihadapi sektor informal antara lain: lemahnya dalam struktur permodalan, lemah dalam struktur organisasi dan manajemen, terbatasnya komoditi yang dijual, tidak adanya kerja sama antar pelaku sektor informal, pendidikan rendah dan kualitas Sumber Daya Manusia yang kurang memadai (Firdausy,1995).
Perdagangan di sektor informal ini kurang dapat berkembang kearah usaha yang lebih besar walaupun mempunyai daya jual yang cukup tinggi, hal ini disebabkan adanya keterbatasan kemampuan dalam pengelolaan usaha yang masih bersifat tradisional, tambahan modal kredit dari pihak ketiga yang masih kecil dan informasi tentang dunia usaha sangat terbatas, jumlah dan kualitas tenaga kerja yang terbatas, sifat kualitas barang yang dijual hanya sebatas kebutuhan untuk barang dagangan saja. Karena itu yang harus dicapai dalam usaha sektor informal ini dalam peningkatan pendapatan usaha harus didukung oleh penguasaan terhadap usaha tersebut.

Sektor informal: Ekonomi Bayangan, Ekonomi Bawah Tanah, dan Teori Dualisme
Ekonomi Bayangan
Ekonomi bayangan diartikan di sini sebagai transaksi ekonomi yang tak terekam oleh statistik negara. Yang masuk kategori ini luas sekali, yaitu: sektor informal, jasa pribadi, kegiatan ekonomi ilegal, dan korupsi. Tak ada negara yang bebas sama sekali dari ekonomi bayangan. Namun, skala dan karakternya berbeda dan dengan dampak yang berbeda pula. Studi memperlihatkan skala ekonomi bayangan yang tinggi menunjukkan kelemahan institusi publik di suatu negara. Ekonomi bayangan di negara dengan kondisi institusi lemah bisa mencapai lebih dari 50 persen. Kondisi transisional suatu negara adalah masa yang berbahaya untuk menentukan arah kematangan institusi.
Menurut studi, kebanyakan negara transisional—secara ekonomi dan politik—di Balkan dan Eropa Timur menunjukkan peningkatan skala setidaknya dalam 10 tahun pertama, kecuali segelintir negara. Rusia negara raksasa dengan pertumbuhan ekonomi bayangan membesar antara lain karena guncangan institusional selama transformasi. Ekonomi bayangan bisa mengandung elemen positif, seperti transaksi ekonomi berbasis hubungan modal sosial. Misalnya, kasus DI Yogyakarta, hubungan erat antara ekonomi dan rakyat menghasilkan data statistik menakjubkan: daerah dengan pertumbuhan termasuk rendah, tingkat kesejahteraan tinggi untuk ukuran Indonesia. Di negara-negara dengan kestabilan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan umum, tingkat ekonomi bayangan rendah.
Dari studi komprehensif CAER II Project Office Harvard Institute for International Development (2000) yang antara lain menggambarkan hubungan tiga wilayah, yaitu ekonomi makro, ekonomi mikro, dan sosial politik dengan skala wilayah bayangan. Hasil positif—artinya kian besar atau kecil wilayah bayangan kian tinggi atau rendah indikator tertentu di tiga wilayah—ditunjukkan oleh besarnya korupsi, beban peraturan, inflasi, dan pengangguran. Hasil negatif—yaitu kian besar wilayah bayangan, semakin kecil angka indikator di tiga wilayah—yaitu indikator penerimaan negara, pajak, investasi, keterbukaan pasar, kualitas pelayanan publik, kestabilan perbankan, indikator pembangunan manusia, kualitas masyarakat sipil, dan demokrasi.
Ekonomi Bawah Tanah
Ekonomi bawah tanah adalah aktivitas ekonomi yang tak tercatat dalam pembukuan ekonomi resmi yang direpresentasikan oleh Produk Domestik Bruto. Ada beberapa kriteria yang menyebabkan aktivitas-aktivitas ini tidak tercatat secara resmi, salah satunya adalah karena aktivitas ini memang tersembunyi atau memang disembunyikan, yang berbentuk aktivitas illegal seperti perjudian, prostitusi, human trafficking, tindak korupsi  dan penyelundupan barang. Sulitnya membuat ukuran yang pasti, seperti mengukur nilai tambah ekonomi yang dihasilkan ibu-ibu rumah tangga dalam mengasuh anak, membersihkan rumah hingga memasak juga membuat nilai aktivitas ini tidak tercatat. Salain itu ada juga yang karena potensinya yang tidak disadari atau dianggap remeh (under estimate) antara lain  termasuk sejumlah aktivitas di sektor informal dan ekonomi usaha super kecil (micro) yang ternyata oleh sejumlah peneliti –antara lain Profesor Mubyarto—justru dianggap berputar lebih kencang di masa krisis. Ekonomi bawah tanah merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang sengaja disembunyikan untuk menghindarkan pembayaran pajak. Kegiatan ekonomi bawah tanah umumnya berlangsung di semua Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang.  Ekonomi bayangan ini lazimnya diukur dari besarnya nilai ekonomi yang dihasilkan, dibandingkan dengan nilai produk domestik bruto (PDB).  Berdasarkan penelitian Dr. Enste dan Dr. Schneider (2002), besarnya presentase kegiatan ekonomi bawah tanah di Negara maju dapat mencapai 14% -16% PDB, sedangkan di Negara berkembang dapat mencapai 35%- 44% PDB. Kegiatan ekonomi bawah tanah ini tidak pernah dilaporkan sebagai penghasilan dalam formulir surat pemberitahuan tahunan  (SPT) Pajak penghasilan, sehingga masuk dalam kriteria penyelundupan pajak. Penyelundupan pajak ini mengakibatkan beban pajak yang harus dipikul oleh para wajib pajak yang jujur membayar pajak menjadi lebih berat, dan hal ini mengakibatkan ketidakadilan yang tinggi. Kegiatan ekonomi bawah tanah yang dibarengi dengan penyelundupan pajak ini sangat merugikan Negara karena berarti hilangnya uang pajak yang dapat digunakan untuk melaksanakan program-program yang mensejahterakan masyarakat.

Jenis-jenis transaksi yang termasuk dalam aktivitas ekonomi bawah tanah dibedakan dalam beberapa kriteria, yaitu :
1.      Aktivitas ini memang sengaja disembunyikan. Hal ini terutama dilakukan karena ingin menghindari pajak. Besarnya nilai yang dihasilkan dari jenis kegiatan ini tidak pernah dilaporkan sebagai penghasilan pada formulir surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan, sehingga termasuk kedalam kategori penyelundupan pajak. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketidakadilan karena beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak yang jujur dalam membayar pajak menjadi lebih banyak.
            Contoh dari aktivitas yang termasuk ke dalam kategori ini adalah :
·         Perjudian
·         Prostitusi
·         Human trafficking
·         Korupsi
·         Penyelundupan
2.      Sulitnya membuat ukuran yang pasti mengenai nilai tambah (value added) ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kategori ini adalah :
·         Kegiatan yang dilakukan ibu rumah tangga, seperti memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah dan lainya.
·         Kegiatan ekonomi subsisten yang banyak dilakukan oleh masyarakat di pelosok pedalaman, dimana mereka menanam sendiri tanaman pangan seperti padi, palawija, sayuran, buah dan tanaman lain untuk mereka lansung mengkonsumsi sendiri tanpa menjualnya ke pasar, sehingga sulit mengukur nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.
3.      Jenis aktivitas yang potensi dan nilai ekonominya kurang disadari oleh masyarakat. Contoh aktivitas yang termasuk ke dalam kategori ini adalah :
·         Usaha rumah tangga yang masih sederhana
·         Multi Level Marketing (MLM)
·         Jenis usaha di sektor informal

Teori Dualisme
Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik. Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.
Versi dari dualisme yang dikenal secara umum diterapkan oleh RenĂ© Descartes (1641), yang berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang. Dualisme bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi dualisme properti dapat dianggap sejenis materilasme emergent sehingga akan hanya bertentangan dengan materialisme non-emergent.

Perbedaan Karakteristik Sektor Informal dan Sektor Formal
Perbedaan antara sektor informal dan sektor formal sangat jauh dari segi dana, kredit dan usaha yang dilakukan. Perbedaan antara kedua sektor memberikan pengaruh pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda baik untuk negara maupun masyarakat dan kedua sektor ini. Perbedaaan antara sektor formal dan sektor informal sebagai berikut :

Karakteristik
Sektor Informal
Sektor Formal
1.   Modal
2.   Teknologi
3.   Organisasi
4.   Permodalan

5.   Serikat buruh
6.   Bantuan negara
7.   Hubungan dengan desa

8.   Sifat wiraswasta

9.   Persediaan barang

10. Hubungan kerja dengan majikan
1.   Sukar diperoleh
2.   Padat karya
3.   Organisasi keluarga
4.  Dari lembaga keuangan tidak resmi
5.   Tidak berperan
6.   Tidak ada
7.  Saling menguntungkan

8.   Berdikari

9.  Jumlah kecil kualitas rendah
10. Berdasarkan asas saling percaya
1.   Relatif mudah diperoleh
2.   Padat modal
3.   Birokrasi
4.   Dari lembaga keuangan resmi

5.   Sangat berperan
6.   Penting untuk kelangsungan usaha
7.  ”one-way-traffic” untuk kepentingan sektor formal
8.  Sangat tergantung dari perlindungan pemerintah atau impor
9.   Jumlah besar dan kualitas baik

10. Berdasarkan kontrak kerja
Sumber : Alisahbana, Sutan T. dikutip oleh Pepih Nugraha dalam Kompas, 15/04/06, hal. 34

Sepuluh karakter perbedaan di atas merupakan gambaran bagaimana keadaan sektor informal dan sektor formal yang berkembang secara bersama-sama dalam perekonomian bangsa. Bagaimana yang satu selalu mendapatkan kemudahan dan yang satu tidak mendapatkan kemudahan untuk mengembangkan sektornya. Perbedaan yang mencolok ini menyebabkan tidak adanya kebijakan pemerintah yang sampai ke sektor informal dan menyebabkan sektor informal hanya dipandang sebelah mata.

Jenis-jenis dan Indikator Usaha Sektor Informal
Sebagaimana dikemukakan oleh Keith Hart, terdapat dua macam sektor informal jika dilihat dari kesempatan memperoleh penghasilan, yaitu:

1.      Sah, yaitu terdiri atas:
a.       Kegiatan-kegiatan primer dan skunder, misalnya; usaha pertanian, perkebunan yang berorientasi pada pasar, kontraktor bangunan, dan lain sebagainya.
b.      Usaha tersier dengan modal yang relatif besar, misalnya; perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain sebagainya.
c.       Distribusi kecil-kecilan, meliputi; pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan sebagainya.
d.      Transaksi pribadi, misalnya pinjam-meminjam, pengemis atau pemulung.
e.       Jasa yang lain, misalnya; pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan sebagainya.

2.      Tidak sah, terdiri dari:
a.       Jasa kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya; penadah barang-barang curian, lintah darat, perdagangan obat bius/terlarang, penyelundupan, pelacuran, dan sebagainya.
b.      Transaksi pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian, dan sebagainya.

Sementara itu indikator sektor informal sebagaimana diuraikan oleh Sukesi (2002) dalam Safaria (2003:5) meliputi 11 hal, yaitu:
·         Kegiatan usaha tidak terorganisasi
·         Usaha tidak punya ijin
·         Pola kegiatan usaha tidak teratur
·         Tidak ada kebijakan bantuan dari pemerintah,
·         Para pekerja mudah keluar masuk tanpa ikatan atau kontrak tertentu
·         Penggunaan teknologi yang sangat sederhana
·         Modal usaha tergolong kecil
·          Tidak mesti memerlukan pendidikan formal
·         Pengelolaan usaha bisa dilakukan oleh pekerja atau keluarga sendiri
·         Produk atau jasa dikonsumsi oleh kalangan menengah ke bawah
·         Usaha dengan modal sendiri (Safaria, 2003:5).


Daftar Pustaka
Chalid, Pheni.2009. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: CSES Press.
Mulyadi S. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perpektif PembangunanJakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Todaro, Michael P. dan Stephen Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.

1 comment: