Tuesday, 12 November 2013

STRATEGI LOKASI


A. Pentingnya Lokasi
             Salah satu keputusan yang paling penting yang dibuat oleh perusahaan adalah dimana meneka akan menempatkan kegiatan operasional mereka, maka keputusan yang harus diambil selanjutnya oleh manajer operasional adalah strategi lokasi. Sejumlah perusahaan di dunia melakukannya mengingat lokasi untuk operasional sangat mempengaruhi biaya, baik biaya tetap maupun biaya variable. Lokasi sangat mempengaruhi resiko dan keuntungan perusahaan secara keseluruhan. misalnya saja biaya transportasi dapat mencapai 25% dari harga jual produk (tergantung pd produk dan jenis produksi atau jasa yang diberikan). Artinyaseperempat total pendapatan perusahaan mungkin dibutuhkan hanya untuk menutupi biaya pengangkutan bahan mentah yg masuk dan produk jadi yg keluar dari perusahaan.Tujuan strategi lokasi adalah untuk memaksimumkan keuntungan lokasi perusahaan. Pilihan-pilihan yang ada dalam lokasi meliputi:
1.   Tidak pindah, tetapi meluaskan fasilitas yang ada
2.   Mempertahankan lokasi yang sekarang, selagi menambah fasilitas lain di tempat lain
3.   Menutup fasilitas yang ada dan pindah ke lokasi lain
       Pada umumnya keputusan lokasi merupakan keputusan jangka panjang, susah sekali untuk direvisi, mempunyai efek pada biaya tetap maupun variable seperti biaya transportasi, pajak,  upah, sewa dan lain-lain. Dengan kata lain tujuan strategi lokasi adalah mamaksimumkan manfaat lokasi bagi perusahaan.

B. Lokasi dan Biaya
     Lokasi sangat mempengaruhi biaya dan menentukan penghasilan. Lokasi memiliki kekuatan untuk membuat/menghancurkan strategi bisnis sebuah perusahaan.
 Keputusan lokasi yg berdasarkan pada strategi biaya rendah sangat membutuhkan pertimbangan yang hati-hati. Saat manajemen telah memutuskan untuk beroperasi di satu lokasi tertentu, banyak biaya menjadi tetap dan sulit dikurangi. misalnya saja Jika sebuah lokasi pabrik baru berada dalam satu daerah dengan biaya energi yang tinggi, bahkan manajemen yang baik dengan strategi penekanan biaya energi yang luar biasa pun mulai dengan kerugian. sama halnya dengan Manajemen yg memiliki strategi SDM yang baik jika pada lokasi yang dipilih, biaya tenaga kerja mahal, kurang terlatih, dan etos kerja yang buruk.

C. Lokasi dan Inovasi
     Ketika kreatifitas, inovasi dan investasi litbang (penelitian dan pengembangan) bersifat penting bagi strategi operasi, fokus kriteria lokasi dapat berubah dari semula yaitu berfokus pada biaya. ketika inovasi menjadi fokus, tampaknya terdapat 4 sifat yang mempengaruhi inovasi dan daya saing secara keseluruhan :
1.      Adanya input berkualitas tinggi dan khusus seperti kemampuan ilmiah dan teknik
2.      Lingkungan yg kondusif bagi investasi dan persaingan lokal yang kuat.
3.      Tekanan dan wawasan yang didapat dari pasar lokal yang berpengalaman.
4.      Adanya industri lokal yang berhubungan dan mendukung.

D.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lokasi
         Secara umum perusahaan dalam melaksanakan strategi lokasi mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.  Produktifitas Tenaga Kerja
Saat memutuskan sebuah lokasi, manajemen mungkin akan tergiur dengan tingkat upah yang rendah pada suatu daerah, walaupun demikian manajemen juga harus mempertimbangkan produktivitas tenaga kerja. contoh : Qulity Coils membayar $70 per hari dengan produksi sebesar 60 unit per hari di di connecticut,jumlah hari ini akan lebih murah jika di bandingkan dengan pabrik di meksiko dengan upah $25per hari dengan produktipitas 20 unit perhari :

                                    Biaya tanaga kerja per hari = biaya per unit
                                    Produktivitas ( unit per hari)

Kasus 1: Pabrik di Connecticut

             $70 Upah per hari     = $70 = $1,17 per Unit
            60 Unit per hari              60 

Kasus 2: Pabrik di Juarez, Meksiko

$25 Upah per hari    = $25 = $1,25 per Unit
20 Unit per hari           20

2.  Nilai Tukar dan Resiko Mata Uang
Walaupun tingkat upah dan produktifitas tenaga kerja membuat sebuah Negara terlihat ekonomis, tetapi nilai tukar mata uang suatu Negara terhadap mata uang Negara lain yang tidak menguntungakan dapat mengeliminir penghematan yang telah dilakukan. Dan kadang-kadang perusahaan dapat mengambil keuntungan dari nilai tukar yang menguntungkan dengan memindahkan lokasi atau mengekspor produknya ke Negara lain. Dengan demikian fluktuasi mata uang mengandung unsure resiko yang cukup signifika untuk dipertimbangkan dalam strategi lokasi.
3. Biaya
Biaya yang terkadung dalam lokasi ada dua macam yaitu pertama adalah biaya nyata (tangible cost)yang dapat dihitung atau langsung dikenali secara tepat, meliputi antara lain: biaya pelayanan umum, tenaga kerja, bahan mentah, pajak, penyusutan, dan biaya lainnya. Sedangkan yang kedua adalah biaya tidak nyata (intangible cost) lebih sulit ditentukan,, meliputi kualitas pendidikan, sikap calon karyawan, standar hidup dan lain-lain yang dapat mempengaruhi proses rekrutmen.
4. Sikap
Sikap dari pemerintah pusat, wilayah maupun daerah terhadap kepemilikan swasta, penetapan zona, polusi, stabilitas tenaga kerja dan juga pola kepemimpinan. Dan tidak kalah penting adalah budaya masyarakat di lokasi tersebut.


Monday, 23 September 2013

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK



A.    KONSEP ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
            Menurut Lee dan Johnson (1998), Anggaran merupakan suatu dokumen yang menjelaskan kondisi keuangan organisasi yang mencakup informasi keuangan, belanja, aktivitas serta tujuan organisasi. Sementara itu, Mardiasmo (2005) mendefinisikan Anggaran  sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, dan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. sementara itu, Indra Bastian (2006) berpendapat bahwa anggaran merupakan paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.
            Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus di informasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan di beri masukan. Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategik telah selesai dilakukan. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.
            Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan:
1.      Rencana-rencana organisasi untuk melayani masyarakat atau aktivitas lain yang dapat mengembangkan kapasitas organisasi dalam pelayanan
2.      Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja)
3.      Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut

            Jadi, Anggaran sektor publik adalah suatu rencana kerja yang dibuat dan digunakan oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang dinyatakan dalam bentuk ukuran financial, yang memuat informasi mengenai pendapatan, belanja, aktivitas, dan pembiayaan,dalam satuan moneter[1].
Aspek-aspek yang harus tercakup dalam anggaran sector public meliputi:
1.      Aspek perencanaan;
2.      Aspek pengendalian; dan
3.      Aspek akuntabilitas publik.
Penganggaran sector public harus diawasi mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, serta pelaporan dan akan lebih efektif jika diawasi oleh lembaga pengawas khusus (oversight body).

B.     PENTINGNYA ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
            Anggaran sector public dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan dan sebagainya agar terjamin secara layak. Tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh keputusan yang dibuat pemerintah melalui anggran yang dibuat. Dalam sebuah Negara demokrasi, pemerintah mewakili kepentingan rakyat, uang yang dimiliki oleh pemerintah adalah uang rakyat dan anggaran menunjukkkan rencana pemerintah untuk membelanjakan uang rakyat. Anggaran merupakan blue print keberadaan sebuah Negara dan merupakan arahan di masa yang akan datang.

Anggaran dan Kebijakan Fiskal Pemerintah
Kebijakan fiscal adalah usaha yang dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi keadaan ekonomi melalui system pengeluaran atau system perpajakan untuk mencapai tujuan tertentu. Alat utama kebijakan fiscal adalah anggaran. Angaran sector public harus dapat memenuhi criteria berikut :
·         Merefleksikan perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat
·         Menentukan penerimaan dan pengeluaran departemen-departemen pemerintah, pemerintah propinsi atau pemerintahdaerah.

Anggaran sector public penting karena beberapa alasan, yaitu:
1.      Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualititas hidup masyarakat.
2.      Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumberdaya yang ada terbatas.
3.      Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggungjawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran public merupakan instrument pelaksanaan akuntabilitas public oleh lembaga-lembaga publik yang ada.

D. FUNGSI ANGGARAN
1.      Alat Perencanaan
Perencanaan melihat ke masa depan dalam menentukan tindakan apa yg harus dilakukan untuk merealisasikan tujuan tertentu. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan :
- tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah
            - berapa biaya yang dibutuhkan, dan
            - berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut

       Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk :
1.      merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan
2.      merencanakan berbagai program dan kegiatan
3.      mengalokasikan dana pada berbagai program
4.      menentukan indikator kinerja.

2.      Alat Pengendalian
Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Anggaran sebagai instrument pengendalian digunakan untuk menghindari overspending, underspending, dan salah sasaran (misappropriation) sehingga tidak terjadi pemborosan, korupsi dan ketidakefesienan anggaran.
Pengendalian melihat ke belakang, yaitu menilai apa yang telah dihasilkan & membandingkannya dengan rencana yang telah disusun. Pengendalian anggaran sektor publik dilakukan melalui empat cara, yaitu :
  1. membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan.
  2. menghitung selisih anggaran,
  3. menemukan penyebab yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan
  4. merevisi standar biaya atau target anggaran.

3.      Alat Kebijakan Fiskal
Untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran tersebut dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi.

4.      Alat Politik
Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislative atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan hanya sekedar masalah teknis, akan tetapi lebih merupakan alat politik, sehingga dalam pembuatannya membutuhkan political skill, coalition building, keahlian negosiasi dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik oleh para manajer publik.

5.      Alat Koordinasi dan Komunikasi
·         Alat koordinasi :  koordinasi antar bagian sehingga tercapai konsistensi tujuan.
·         Alat komunikasi : anggaran harus dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.
Anggaran sektor publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapain tujuan organisasi. Anggaran  sebagai alat komunikasi berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif.

6.      Alat Penilaian Kinerja
Anggaran adalah suatu ukuran yang bias menjadi patokan apakah suatu bagian atau unit kerja telah memenuhi target, baik berupa terlaksananya aktivitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya. Kinerja eksekutif dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil ia capai dikaitkan dengan anggaran yang telah disiapkan.



7.      Alat Motivasi/Investasi
Anggaran dapat digunakan sebagai alat motivasi dengan menjadikan nilai-nilai nominal yang tercantum sebagai target pencapaian. Anggaran akan menjadi alat motivasi yang baik jika memenuhi sifat challenging but attainable atau demanding but achievable. Maksudnya adalah target anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat terpenuhi, namun juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai.

8.      Alat menciptakan Ruang Publik
Anggaran publik tidak boleh diabaikan oleh kabinet, birokrat, DPR/DPRD.  Masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi dan berbagai organisasi masyarakat harus terlibat dalam proses penganggaran publik. Kelompok masyarakat yang terorganisir akan mencoba mempengaruhi anggaran pemerintah untuk kepentingan mereka.

E.       JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

1.      Berdasarkan Jenis Aktivitas:
  • Anggaran Operasional
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan dalam menjalankan operasi sehari-hari dalam kurun waktu satu tahun. Anggaran operasional juga sering dikelompokkan sebagai pengeluaran pendapatan yaitu jenis pengeluaran yang bersifat rutin dan jumlahnya kecil.
Belanja Rutin  yaitu belanja yang manfaaatnya hanya 1 periode anggaran dan tidak menambah aset pemerintah. Secara umum, pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain belanja Administrasi Umum dan Belanja Operasi dan Pemeliharaan.
  • Anggaran Modal
Berisi rencana jangka panjang dan pembelanjaan aktiva tetap, seperti gedung, peralatan, kendaraan. Belanja investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi 1 tahun periode anggaran dan akan menambah aset pemerintah dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.

2.      Berdasarkan Pengesahan
            Berdasarkan status hukumnya, anggaran dibagi menjadi anggaran tentative dan anggaran enacted. anggaran tentative adalah anggaran yang tidak memerlukan pengesahan dari lembaga legislative karena kemunculannya yang dipicu oleh hal-hal yang tidak direncanakan sebelumnya. sebaliknya, anggaran enacted adalah anggaran yang direncanakan, kemudian dibahas dan disetujui oleh lembaga legislative.

3.      Anggaran dana umum vs anggaran dana khusus
Dalam pemerintahan, kekayaan Negara (dana) dibagi menjadi dana umum dan dana khusus. Dana umum digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan yang bersifat umum dan sehari-hari, sedangkan dana khusus dicadangkan atau dialokasikan khusus untuk tujuan tertentu, misalnya debt service fund yang digunakan khusus untuk pembayaran utang.

4.      Anggaran tetap vs Anggaran fleksibel
Dalam anggaran tetap, apropiasi belanja sudah ditentukan jumlahnya di awal tahun anggaran. jumlah tersebut tidak boleh dilampaui meskipun ada peningkatan jumlah kegiatan yang dilakukan. Dalam anggaran fleksibel, harga barang atau jasa per unit telah ditetapkan. namun, jumlah anggaran secara keseluruhan akan berfluktuasi bergantung pada banyaknya kegiatan yang dilakukan.

5      5. Berdasarkan penyusunannya
Berdasarkan penyusunannya, anggaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu anggaran legislative yaitu anggaran yang disusun oleh lembaga legislative tanpa melibatkan pihak  eksekutif serta anggaran ekekutif yang disusun oleh lembaga eksekutif. selain itu ada juga yang disebut anggaran bersama (joint budget) yaitu anggaran yang disusun secara bersama-sama antara lembaga eksekutif dan legislative. sementara itu sebuah anggaran yang disusun oleh suatu komite khusus disebut anggaran komite.


PRINSIP-PRINSIP POKOK DALAM SIKLUS ANGGARAN
Pembuatan anggaran adalah suatu proses yang berkelanjutan. pada organisasi sektor publik, pembuatan anggaran umumnya melalui beberapa tahapan yaitu :

1.    Tahap persiapan anggaran.
          Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat.

2.    Tahap ratifikasi
          Anggaran diajukan ke lembaga legislatif untuk mendapatkan persetujuan. Dalam hal ini, lembaga legislatif (terutama komite anggaran) akan mengadakan pembahasan guna memperoleh pertimbangan-pertimbangan untuk menyetujui atau menolak anggaran tersebut. Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skill namun juga harus mempunyai political skill, salesman ship, dan coalition building yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan- bantahan dari pihak legislatif.[1]

3.      Tahap Administrasi
          Setelah anggaran disahkan, pelaksanaan anggaran dimulai, baik pengumpulan pendapatan yang ditargetkan maupun pelaksanaan belanja yang telah direncanakan. bersamaan dengan tahap pelaksanaan ini, dilakukan pula proses administrasi anggaran berupa pencatatan pendapatan dan belanja yang terjadi.

4.      Tahap pelaporan
Pelaporan dilakukan pada akhir periode atau pada waktu-waktu tertentu yang ditetapkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses akuntansi yang telah berlangsung selama proses pelaksanaan.

5.      Tahap Pemeriksaan
          Kemudian, laporan yang diberikan atas pelaksanaan anggaran diperiksa (diaudit) oleh sebuah lembaga pemeriksa independen. hasil pemeriksaan akan menjadi masukan atau umpan balik (feedback) untuk proses penyusunan pada periode berikutnya.[2]




[2] Deddi Nordiawan, Ayuningtyas Hertianti : Akuntansi Sektor Publik, Jakarta: Salemba Empat, 2010

Wednesday, 31 July 2013

PEREMPUAN DAN KETENAGAKERJAAN

   Al-Qur’an dan hadis sebagai sumber ajaran Islam, memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat kepada perempuan baik sebagai anak, istri, ibu, maupun sebagai anggota keluarga lainnya dan sebagai anggota masyarakat. Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah Rasul itu menghapuskan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Tidak ada perbedaan derajat dan kedudukan perempuan dengan laki-laki. Kalau ada perbedaan, itu hanya akibat dari fungsi utama masing-masing jenis, sesuai dengan kodratnya. Perbedaan yang ada, bukan merupakan sesuatu kekurangan, melainkan sebagai sesuatu yang mengharuskan kerja sama, tolong menolong dan saling melengkapi.
Namun, posisi perempuan seperti ini sering diperdebatkan di masyarakat, karena ajaran adat istiadat yang menetapkan bahwa tidak layak bagi perempuan untuk bergerak bebas seperti kaum laki-laki, sehingga menurut adat, bahwa perempuan yang mulia adalah perempuan yang berada dalam rumah (pingitan). Di samping itu, karena adanya anggapan dan pemahaman yang keliru terhadap ajaran Islam yang bertalian dengan kedudukan perempuan, sehingga timbul anggapan dan ungkapan yang mengatakan, bahwa ajaran Islam itu menghambat perempuan untuk maju, karena Islam tidak membolehkan perempuan bekerja diluar dan mengembangkan kariernya, tidak membolehkan perempuan melakukan kegiatan sosial.

A. PandanganAl-Qur’an terhadap Perempuan Pekerja
Di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menerangkan masalah bekerja dan pekerja yang bersifat umum, tidak menyebutkan laki-laki atau perempuan dengan menggunakan kata man (siapa) atau kullun (setiap), yang maknanya ditujukan kepada laki-laki dan perempuan. Ada pula ayat-ayat yang menyebutkan langsung dengan kata ....... (laki-laki) dan ....... (perempuan). Ayat-ayat berkenaan dengan ini, antara lain :
Surah An-Nahl / 16 : 97 :
“ Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (an-Nahl/16 : 97)
Menurut M Quraish Shihab, kata Solihun (salih/soleh) dipahami dalam arti baik, serasi, atau bermanfaat dan tidak rusak. Seseorang dinilai beramal Saleh apabila ia dapat memelihara nilai-nilai sesuatu sehingga kondisinya tetap tidak berubah sebagaimana adanya. Dengan demikian sesuatu itu tetap berfungsi dengan baik dan bermanfaat. Dicakup juga oleh kata “beramal saleh” upaya seseorang menemukan sesuatu yang hilang, atau berkurang nilainya, tidak atau kurang berfungsi dan bermanfaat, lalu melakukan aktivitas (perbaikan) sehingga yang kurang atau hilang itu dapat menyatu kembali dengan sesuatu itu yang lebih baik dari itu adalah siapa yang menemukan sesuatu yang telah bermanfaat dan berfungsi dengan baik, lalu ia melakukan aktivitas yang melahirkan nilai tambah bagi sesuatu itu, sehingga kualitas dan manfaatnya lebih tinggi dari semula.
M. Quraish Shihab mengatakan, bahwa Al-Qur’an tidak menjelaskan tolak ukur pemenuhan nilai-nilai atau manfaat dan ketidakresahan itu. Para ulama pun berbeda pendapat, Syekh Muhammad ‘Abduh misalnya mendefinisikan amal saleh sebagai, “segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan manusia secara keseluruhan.[1]
Selanjutnya M. Quraish Shihab mengatakan bahwa Al-Qur’an walau tidak menjelaskan secara tegas apa yang dimaksud dengan amal saleh, tetapi apabila ditelusuri contoh-contoh yang dikemukakannya tentang al-fasad (kerusakan) yang merupakan antonim dari kesalehan, maka paling tidak kita dapat menemukan contoh-contoh amal saleh.
Kegiatan yang dinilai Al-Qur’an sebagai perusakan antara lain adalah : perusakan tumbuhan, generasi manusia dan keharmonisan lingkungan, seperti yang diisyaratkan dalam surah Al-Baqarah/2 : 205, makar dan penipuan (An-Naml /27:49), Pengorbanan nilai-nilai agama (Gafir/40:26), dan kewenang-wenangan (Al-Fajr/89:11-12).
Usaha untuk menghindari dan mencegah hal-hal diatas merupakan bagian dari amal saleh. Semakin besar usaha tersebut, semakin tinggi nilai kualitas hidup manusia. Demikian pula sebaliknya, Tentu saja yang disebut diatas adalah sekadar contoh-contoh. Sungguh sangat luas lapangan amal saleh yang terbentang di persada bumi ini. [2]
Menurut Ibnu Kasir, ayat ini merupakan janji dari Allah Allah subhanahu wa ta ‘ala kepada orang yang mengerjakan amal saleh, yaitu amal yang sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunah Rasul sallallahu ‘alaihi wa sallam, baik laki-laki maupun perempuan, baik manusia maupun jin, sedang kalbunya merasa tenteram dengan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, janji itu ialah bahwa Allah akan memberinya kehidupan yang baik di dunia dan akan membalasnya di akhirat dengan balasan yang lebih baik dari apa yang ia kerjakan. Kehidupan yang baik mencakup seluruh jenis nikmat yang menggembirakan hati, baik di dunia, maupun di akhirat.[3] Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda :
Sungguh beruntunglah orang yang berserah diri yang diberi rezeki yang cukup, dan diberi kepuasan oleh Allah subhanaha wa ta ala kepadanya dengan apa yang diberikanNya. (Riwayat Ahmad dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin al-As) [4]
            Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam muslim, at-Tirmizi dan Ibnu Majah dari Riwayat Ibu Amr. [5]
Dalam hadis yang lain, Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah sallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Allah tidak menzalimi suatu kebaikan orang mukmin yang diberikannya di dunia dan diberikannya pahala atasnya di akhirat. (Riwayat Ahmad dari Anas bin Malik ) [6]
Dari penafsiran Surah an-Nahl ayat 97 yang telah disebutkan diatas dapat disimpulkan, bahwa ayat tersebut merupakan salah satu ayat yang menekankan persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam masalah pengabdian dan beramal saleh, yang membedakannya hanya dalam kualitas ketakwaan mereka masing-masing (al-Hujurat/49:13). Ayat ini juga menunjukkan betapa kaum perempuan dituntut agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat dan berkarir untuk kemaslahatan, baik untuk diri dan keluarganya, maupun untuk masyarakat dan bangsanya, bahkan untuk kepentingan kemanusiaan seluruhnya. Kalau laki-laki atau perempuan itu seorang yang beriman, Allah subhanahu wa ta ‘ala akan memberikannya kehidupan yang baik di dunia dan balasan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.
Dengan demikian, jelas bahwa agama Islam dengan berpegang dalam Al-Qur’an dan sunah itu, tidak menghalangi perempuan untuk memasuki berbagai profesi sesuai dengan keahliannya, seperti bekerja sebagai guru atau dosen, menjadi dokter, pengusaha, menteri, hakim, dan lain-lain, bahkan bila ia mampu dan memenuhi kriteria sebagai top leader boleh menjadi perdana menteri, atau menjadi kepala negara, asalkan dalam tugasnya tetap memperhatikan hukum-hukum atau aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, misalnya : tidak terbengkalai urusan dan tugasnya dalam rumah tangga, harus ada izin atau persetujuan dari suaminya bila ia seorang yang bersuami, juga tidak mendatangkan yang negatif terhadap diri dan agamanya.
Hanya saja dalam hal ini, ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum tentang boleh atau tidak kaum wanita untuk menjadi hakim dan top leader (perdana menteri atau kepala negara).
Jumhur Ulama berpendapat, bahwa tidak boleh wanita menjadi hakim atau top leader berdasarkan ayat Al-Qur’an Surah an-Nisa ayat 34 dan hadis Abu Bakrah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Ahmad, an-Nasai dan at-Tirmizi bahwa Rasulullah bersabda :
Dari Abu Bakrah berkata, “Allah telah memberikan kemanfaatan bagiku dengan sebuah kalimat saat peristiwa (perang) onta, tatkala sampai kepada Nabi (suatu kabar) bahwa Persia telah dipimpin putri raja, beliau bersabda, Tidak akan bahagia suatu kaum yang mengangkat pemimpin seorang wanita.” (Riwayat Al-Bukhari dari Abu Bakrah)[7]
Berkenaan dengan kepemimpinan laki-laki /suami dalam Surah an-Nisa/4:34, menurut Jawad Mugmiyah dalam tafsir al-Kasyif, bahwa maksud ayat 34 Surah an-Nisa itu bukanlah menciptakan perbedaan yang dianggap wanita itu rendah dibanding dengan pihak pria, tetapi keduanya adalah sama, sedang ayat tersebut hanyalah ditujukan kepada laki-laki sebagai suami dan wanita sebagai istri, keduanya adalah rukun kehidupan, tidak satu pun bisa hidup tanpa yang lain, keduanya saling melengkapi. Ayat ini hanya ditujukan untuk kepemimpinan suami saja, memimpin istrinya. Bukan untuk menjadi pemimpin secara umum dan bukan untuk menjadi penguasa yang diktator. [8]
Kebolehan wanita untuk menjadi top leader ini ditopang oleh Al-Qur’an Surah at-Taubah/9:71 :
Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasulnya . Mereka akan diberi rahmat oleh Allah, Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (At-Taubah/9:71)
Dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu wa ta ‘ala menggunakan kata ‘auliya (pemimpin), itu bukan hanya ditujukan kepada pihak pria saja, tetapi keduanya (pria dan wanita) secara bersamaan berdasarkan ini, wanita juga bisa menjadi pemimpin, yang penting dia mampu dan memenuhi kriteria sebagai seorang yang akan menjadi pemimpin tertinggi karena menurut Tafsir al-Maragi dan Tafsir al-Manar bahwa kata auliya tersebut dengan tafsiran yang mencakup : wali penolong, wali solidaritas, dan wali kasih sayang. [9]
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, bahwa hadis Abu Bakrah tersebut tidak membolehkan wanita untuk menjadi kepala negara Islam (khalifah)/ hakim. Ulama berbeda pendapat hanya dalam hal wanita menjadi top leader (presiden dan perdana menteri). Menurut Jumhur Ulama tidak boleh wanita menduduki jabatan tersebut. Abu Hanifah membolehkan hakim wanita dalam masalah perdata dan tidak membolehkannya dalam masalah jinayat, sementara Muhammad bin Jarir at-Tabari memperbolehkan hakim wanita secara mutlak. Pendapat ini dikuatkan pula oleh Ibnu Hazm dari aliran az-Zahiriyyah.[10]
Dr. Kamal Jaudah mengatakan, “ Hadis tersebut diatas melarang wanita sendirian menentukan urusan bangsanya, sesuai dengan sababul-wurud hadis ini, yaitu telah diangkatnya Binti Kisra untuk menjadi ratu/pemimpin Persia. Sudah diketahui bahwa sebagian besar raja-raja pada masa itu, kekuasaan hanya ditangannya sendiri, hanya ia sendiri yang menetapkan urusan rakyat dan negerinya, ketetapannya tidak boleh digugat. [11]
Berdasarkan itu, selama dalam suatu negara, dimana sistem pemerintahan berdasarkan musyawarah, seorang kepalanegara tidak lagi harus bekerja keras sendirian, tetapi dibantu oleh tenaga-tenaga ahli sesuai dengan bidangnya masing-masing (menteri-menteri) ditopang dengan alat-alat canggih seperti di abad ini dapat lebih mudah memajukan negaranya serta menyelamatkannya dari bencana dan petaka, maka tidak ada halangan bagi seorang wanita untuk menjadi perdana menteri/kepala negara. Oleh sebab itu boleh saja wanita menjadi kepala negara, yang penting adalah bahwa seorang wanita yang diangkat untuk menduduki jabatan itu memenuhi kriteria syarat-syarat yang telah disebutkan diatas. Tentu saja dalam hal ini selama masih ada kaum pria yang lebih layak, maka sebaiknya jabatan tersebut diserahkan saja kepada kaum pria. Karena fitrah, kodrat masing-masing para ulama berbeda pendapat dalam persoalan siapa antara pria dan wanita yang lebih layak dan pantas untuk menjadi top leader.
Kalau kita amati dewasa ini, hampir tidak ada lagi pekerjaan pria yang tidak dapat dilakukan oleh wanita, walaupum tidak semua wanita itu dapat melakukannya, meskipun pada zaman dahulu dianggap mustahil dapat dikerjakan oleh wanita dengan alasan karena lemah fisik dan mental sesuai kodratnya. Sekarang bukan lagi sesuatu yang mustahil, karena wanita mampu melaksanakannya di abad modern ini, disebabkan kemajuan IPTEK dan perkembangan masyarakat.
Potensi wanita sebagai salah satu unsur dalam pembangunan nasional di Indonesia tidak disangsikan lagi, karena ± separuh penduduknya adalah wanita . Kalau potensi yang besar ini tidak di dorong dan didukung serta dimanfaatkan secara optimal dalam pembangunan Nasional, maka bangsa dan negara akan mengalami kelambanan dan kemunduran. Namun, keterlibatan wanita dalam segala lapangan kehidupan dan pekerjaan diluar rumah masih banyak mendapat tantangan, baik dengan dalih agama dari golongan konservatif, maupun karena budaya. Menurut golongan konservatif , wanita hanya sebagai ibu rumah tangga, mendidik anak dan melayani suami, tidak boleh mempunyai aktivitas di luar rumah, apalagi menjadi hakim dan top leader (kepala negara atau perdana menteri), karena semua hal tersebut adalah tugas dari laki-laki.
Kalau sekarang ini kaum wanita sudah tampil ke depan dan mereka sudah banyak memasuki berbagai profesi karena keahliannya, seperti menjadi guru/dosen, dokter, pengusaha, menteri, hakim dan lain-lain, maka hal yang seperti ini telah dilakukan pula oleh wanita Islam zaman dahulu. Hanya pelaksanaannya berbeda sesuai dengan kondisi, apalagi dimasa-masa mendatang, karena semakin maju IPTEK dan semakin berkembang masyarakat. Pada permulaan islam, banyak wanita Islam yang terkenal alim serta ahli dalam berbagai disiplin ilmu. Mereka bukan hanya menjabat sebagai guru, tetapi banyak pula setaraf mufti dalam urusan keagamaan, bahkan adapula yang menjadi hakim dan lain-lain.
Tokoh-tokoh wanita Islam yang mempunyai peranan penting dalam berbagai bidang, antara lain, sebagai berikut :
1. Khadijah binti Khuwalid (wafat 3 tahun sebelum hijrah, bertepatan dengan 519 M) adalah wanita yang mula pertama menyatakan iman kepada Rasulullah, wanita miliuner yang rela mengorbankan hartanya untuk menyiarkan agama Islam dan istri yang setia dalam suka dan duka dan tidak pernah absen dalam mendukung Rasulullah sallalhu alaihi wa sallam selama 25 tahun.
2. Fatimah binti Rasulullah sallalahu ‘alaihi wa sallam (18 tahun sebelum hijrah s/d 11 tahun setelah hijrah, bertepatan dengan (605-633 M), adalah orator ulung, dan fasih berbicara, namanya lebih tenar lagi sewaktu ayahnya meninggal dunia, karena ia terjun ke dunia politik, mati-matian mencalonkan karena Ali bin Abu Talib (suaminya) sebagai khalifah pertama; walaupun perjuangannya dalam hal ini belum sukses, dia sebagai politikus yang konsekuen sampai akhir hayatnya tetap mencalonkan Ali bin Abu Talib sebagai khalifah. Ia wafat 6 bulan sesudah wafatnya Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam (ayahnya).
3. Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq (9 tahun sebelum hijrah s/d 58 hijrah, bertepatan dengan tahun 613-678 M) adalah meriwayatkan 2210 hadis dan terjun ke kancah politik pada masa khalifah Usman bin Affan beramar makruf, mengecam tindakan khalifah yang dinilai sebagai tindakan yang tidak bijaksana, dan pada masa khalifah Ali bin Abi Talib masih aktif dalam bidang politik, ia menjadi komandan tertinggi perang melawan Ali, pada perang jamal, dan wanita yang digelar “Humairah” (si merah delima) oleh Rasulullah sallalahu alaihi wa sallam, ketika menyuruh mempelajari separuh ajaran agama darinya.
4. as-Syifa, terkenal dengan Ummu Sulaiman binti Abdullah binti Abdusy-Syams al-Adawiyyah al-Quraisyiyyah, nama aslinya Laila (wafat pada tahun 20 H bertepatan dengan tahun 640 M) adalah guru wanita pertama dalam Islam. Sejak sebelum Islam ia memberi pelajaran membaca dan menulis istri Nabi Sallallahu alaihi wa sallam yang bernama Hafsah binti Umar, dan pada masa Rasulullah sallallahu alihi wasallam ia diangkat sebagai guru wanita serta diberinya perumahan. Ia juga pernah menjadi penasihat khalifah ke-2, Umar bin al-Khatab. Ia mendapat tugas mengurus pasar.
5. Rufaidah adalah pendiri rumah sakit yang pertama pada zaman Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam untuk menampung semua orang-orang yang luka dalam peperangan, dan pendiri lembaga pertama seperti yang kemudian dikenal sebagai Palang Merah, yang didirikan oleh Dokter Swiss J.H Dunant dan yang diakui oleh konferensi Genewa pada tahun 1864 dan ia merupakan “Nighttingale” yang pertama di dalam sejarah international.
6. Khansa, nama aslinya Tumazir binti Amr bin Haris bin Syarid dari Kabilah Mudar (wafat pada tahun 24 H/645 M) adalah sejak zaman Jahiliah menjadi penyair yang kenamaan, syairnya berirama sedih dan pada tahun 16 H, waktu terjadi perang Qadisiyyah, ia mengirimkan 4 orang putranya maju ke medan perang : meskipun keempat anaknya gugur di medan juang, peperangan dimenangkan dan wanita yang berhati tabah, sulit dicari bandingannya; sewaktu berita kematian empat orang anaknya, ia menyambutnya dengan senyum dan berkata, “Puji-pujian bagi Tuhan yang telah memberikan kehormatan bagi saya dengan gugurnya mereka sebagai syuhada.”
7. Gazalah wafat pada tahun 77 H/696 M adalah pahlawan wanita yang gagah berani, berjuang saling bahu-membahu dengan suaminya Syabib bin Yazid dan ia bersama ibu mertuanya Muyairah tampil disamping suaminya dalam suatu pemberontakan melawan Khalifah Abdul Malik bin Marwah dari Bin Marwan Bani Umayyah pada tahun 78 H dan ia wafat terbunuh oleh khalid bin Attab ar-Rubai dalam pertempuran memperebutkan pintu gerbang Kota Kufah.
8. Zubaidah (wafat tahun 216 H/ 81 M) adalah sosiawan yang jarang tandingannya; ia adalah istri Khalifah Harun ar-Rasyid dan ialah yang membuat saluran air dari sungai Tigris di Bagdad sampai pada Arafah di Mekah biayanya 1.500.000 dinar; sampai sekarang saluran air itu masih terkenal dengan “Air Zubaidah” Mata air Zubaidah, dan banyak membuat masjid, waduk-waduk untuk irigasi dan jembatan-jembatan di wilayah Hijaz, Syam dan Bagdad.
9. Abbasah (160-210 H/777-825 M) saudara perempuan Khalifah Harun ar-Rasyid adalah pujangga wanita yang sangat mengagumkan dan mempunyai kelebihan dalam bidang suara dan seorang penyair.
10. Sayyidah, Ibu kandung Khalifah al-Muqtadir yang memerintah pada 295-320 H/ 908-932 M adalah mengendalikan pemerintahan dari belakang layar, sebab putranya khalifah al-Muqtadir memegang kekuasaan sejak masih kecil dan pembuka jalan bagi berkuasanya kaum wanita dalam pemerintahan.
11. Qahramanah/Ummu Musa, nama aslinya Masal; hidup pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muqtadir, sezaman dengan Sayyidah adalah merupakan hakim wanita pertama dalam Islam; ia memegang jabatan hakim, banyak yang mengejeknya lantaran jabatan itu dipandang tabu bagi kaum wanita; tetapi Qadi Abdul-Hasan mengakuinya sebagai hakim yang ahli. Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muqtadir, jadi sezaman dengan Sayyidah.
12. Walladah (wafat pada tahun 480 H/1087 M) adalah penyair dan pujangga yang mengagumkan, dan rumahnya ia sediakan untuk tempat pertemuan para pembesar negara.
13. Asy-Sya’irah al-rudiyyah (wafat pada tahun 450 H/1058 M) adalah sarjana wanita yang luar biasa, dan menerima ijazah tentang ilmu sastra dari guru besar Abdul-Mutrif Abdur-Rahman bin Galbun, dan karena ia seorang penyair besar, maka sampai-sampai nama aslinya tidak dikenal orang, tetapi lebih terkenal dengan profesinya.
14. Laila Khatun (sezaman dengan sultan Salahuddin Al-Ayyubi, 567-589 H/1171-1193 M) adalah pahlawan wanita yang ikut berperang melawan kaum salib yang datang dari Eropa dan diangkat menjadi “Regent” mendampingi putranya yang masih kecil di Suriah, dan lain sebagainya.
Itulah sebagian wanita-wanita Islam yang telah muncul dalam berbagai keahlian dan profesinya dimana hal ini merupakan sanggahan kepada orang yang mengatakan bahwa Islam atau fikih menghambat kaum wanita untuk bekerja dan maju. Padahal sesungguhnya Islam / fikih itu tidak melarang wanita untuk bekerja dan maju, asal tugas pokoknya tidak terbengkalai kalau dia seorang ibu atau istri, dan ia tetap memerhatikan batas-batas / hukum-hukum yang digariskan agamanya.
Selanjutnya berkenaan dengan tantangan perempuan dalam memperoleh dan menjauhi haknya untuk keluar rumah beraktifitas seperti : menuntut ilmu, mengajar, menjadi pengusaha, menjadi pejabat, dan lain-lain, sering terjadi karena pengaruh budaya atau salah memahami teks-teks agama, sehingga dikatakan oleh sebagian orang bahwa semuanya itu adalah tugas laki-laki, perempuan tidak boleh keluar rumah, misalnya dalam memahami makna ayat 33 Surah al-Ahzab berikut :
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu. (al-ahzab/33:33)
Menurut mereka, ayat ini memerintahkan kaum perempuan agar tetap tinggal di dalam rumah dan tidak boleh keluar rumah, kecuali ada keperluan yang dibenarkan oleh agama. Pandangan ini disebabkan karena tidak mengetahui konteks ayat tersebut diturunkan.
Ayat ini menurut konteks ayat sebelum dan sesudahnya, adalah ditujukan kepada para Istri nabi sallallahu alaihi wa sallam bukan kepada seluruh perempuan muslimat. Ayat sebelumnya menyebutkan :
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemahlembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. (al-Ahzab/33:32)
Sedangkan sesudahnya berbunyi :
“Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (al-Ahzab/33:33)
Dalam ayat tersebut, terdapat kata ahlul-bait (keluarga Nabi) yaitu firman Allah : “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul-bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” Kata ahlul bait tersebut, menunjukkan bahwa yang dimaksudkan yang tidak boleh keluar rumah adalah khusus bagi istri-istri Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam, bukan untuk semua perempuan muslim.
Sehubungan dengan ini, Prof.K.H. Ibrahim Hosen, LML mengatakan bahwa, “Ulama yang mengatakan ayat tersebut berlaku umum untuk semua perempuan, kemungkinan mereka menganalogikan ayat ini kepada ayat yang ditujukan kepada Rasul. Selama tidak menunjukkan khususiyyah, adalah juga ditujukan kepada umatnya. Mereka menganalogikan khithab ayat yang ditujukan kepada istri-istri Rasul adalah juga ditujukan kepada perempuan-perempuan muslim umumnya .” Kalau demikian, ayat-ayat tersebut bertentangan dengan ayat 32 surah an-Nisa, yang menerangkan :
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (an-Nisa/4:32)
Selanjutnya Ibrahim Hosen mengatakan, “Ayat ini menunjukkan bahwa perempuan berhak berusaha dan mendapatkan bahagian dari hasi usahanya sebagaimana hak tersebut ada pula pada kaum laki-laki.” Surah an-Nisa/4:32 ini sejalan dengan ayat 39 surah An-Najm :
“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (an-Najm/53:39)
Yang dikatakan insan (manusia) dalam ayat tersebut adalah laki-laki dan perempuan, masing-masing tidak berhak memperoleh kecuali dari hasil usahanya. Tegasnya ayat-ayat ini berkonotasi memberikan kebebasan kepada perempuan untuk berusaha, hal mana menunjukkan perempuan dibolehkan keluar rumah, sedangkan ayat yang ditujukan kepada istri Nabi tersebut menunjukkan mereka tidak boleh keluar rumah.[12]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa perempuan-perempuan selain istri-istri Nabi boleh keluar rumah untuk melaksanakan tugas amar makruf nahi mungkar, menegmban profesinya sesuai dengan keahliannya, mencari kebutuhan hidup, menjadi pejabat, dan lain-lain selama ketika mereka bekerja tetap memperhatikan hukum-hukum serta aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam.
Dalam kebijakan pemerintah Indonesia mengenai tenaga kerja, tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan (UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 5).
UUD 1945 pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Makna yang terkandung adalah kesempatan kerja merupakan hal penting dan mendasar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Segala upaya pembangunan harus diarahkan pada penciptaan lapangan kerja, sehingga setiap warga negara dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Sumber daya manusia termasuk wanita sebagai penggerak pembangunan nasional dipadukan antara aspirasi, peranan dan kepentingannya kedalam gerak pembangunan bangsa melalui peran serta aktif dalam seluruh kegiatan pembangunan.
UU No.13 tahun 2003 menggariskan bahwa perlindungan tenaga kerja meliputi hak berserikat dan berunding bersama, keselamatan kerja dan kesehatan kerja, dan jaminan sosial tenaga kerja yang mencakup jaminan hari tua, jaminan terhadap kecelakaan, dan jaminan kematian serta syarat-syarat kerja lainnya perlu dikembangkan secara terpadu dan bertahap dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan moneternya, kesiapan sektor terkait, kondisi kerja, lapangan kerja dan kemampuan tenaga kerja. Khusus yang menyangkut tenaga kerja wanita perlu diberi perhatian dan perlindungan sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya (UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 76, 81, 82, dan 83).
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka makna perlindungan kerja di Indonesia berlaku secara umum baik bagi pria maupun untuk wanita. Namun berdasarkan pada pandangan yang diakui secara universal bahwa fungsi reproduksi pada wanita merupakan fungsi hakiki, oleh karenanya bagi tenaga kerja wanita diperlukan perlindungan khusus. Dengan adanya perlindungan kerja diharapkan kehidupan tenaga kerja wanita akan semakin sejahtera karena mampu melaksanakan berbagai fungsi dan tanggung jawab secara serasi dan seimbang.



[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), Volume 7, h. 342
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume 7, h. 342
[3] Ibnu Kasir, Tafsir Al- Qur’an Al-Azim, (Kairo : Al-Maktabah at-Taufiqiyyah, 1400 H/1980 M), Jilid II, h. 585
[4] Ahmad bin Hanbal, Musnad, (t.t, Darul-Fikr,t.th),, Jilid II, h. 168.
[5] Jalaluddin asy-Suyuti, al-Jamius-Sagir, (Kudus : Menara Kudus, t.th) cet. I Jilid II, h. 85
[6] Ahmad bin Hanbal , Musnad, Jilid III, hal. 123

[7] Jalaluddin asy-Suyuti, al-Jamius sagir, (Beirut : Darul-Kutub al-Ilmiyah, t.th), cet IV, Jilid II, h. 128
[8] Muhammad Jawad Mugniyyah, Tafsir al-Kasyif (Beirut : Darul-Ilmi lil-Malayin, 1968), Cet. I, Jilid II, h. 314
[9] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir al-Maragi, (Kairo : Mustafa al-Babil Halabi wa auladuh, 1338 H/1963 M), cet III, Jilid X, h. 159, Rasyid Rida, Tafsir al-Manar, (Mesir : Darul-Manar, 1375 H, jilid II, h.626
[10] Abu al-Mu’ati Kamal Jaudah, Wazifah al-Mar’ah fi Nazaril-Islam, (Mesir : Darul-Hadi, 1400 H/1980 M), h.137, Ibnu Hazm Al-Muhalla, (Mesir : Al-Matba’ah Al-Muniriyyah, t.th.), jilid I, h.97

[11] Abu Al-Mu’ati Kamal Jaudah, Wazifatul-Mar’ah, h.141

[12] Ibrahim Hosen, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta : Yayasan Institute Ilmu Al-Qur’an, 1974), h. 118-119