Ekonomi Informal
Dalam
sejarah perekonomian Indonesia, kegiatan usaha sektor informal sangat potensial
dan berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga
kerja secara mandiri. Jauh sebelum krisis ekonomi sektor informal sudah ada,
resesi ekonomi nasional tahun 1998 hanya menambah jumlah tenaga kerja yang
bekerja disektor informal. Pedagang sektor informal adalah orang yang bermodal
relatif sedikit berusaha dibidang produksi barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat. Usaha tersebut dilaksanakan di
tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal
(Winardi, 2000).
Menurut
Mulyadi (2003: 95) sektor informal adalah unit-unit usaha yang tidak atau sama
sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah. Sektor informal
yang ada di kota maupun di desa tidak mendapatkan perlindungan yang cukup besar
dari pemerintah sehingga apabila dilakukan penggusuran sektor informal tidak
bisa berbuat banyak. Selain itu, perlindungan terhadap sektor informal ini
dapat berupa tarif proteksi, kredit dengan bunga yang relatif rendah,
pembimbingan, penyuluhan, perlindungan dan perawatan tenaga kerja, terjaminnya
arus teknologi import, hak paten dan sebagainya. (Mulyadi, 2003: 95).
Sedangkan
menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 9 Ttahun 1995 Tentang Usaha Kecil,
sektor informal adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi
kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan.
Undang-undang (UU) ini yang menjelaskan serta mengatur jalannya usaha kecil
seperti sektor informal dan juga tentang ekonomi kerakyatan yang ada di
masyarakat serta berbagai hal yang berkaitan dengan usaha kecil pedagang kaki
lima (PKL), warung-warung keluarga, penjual makanan keliling, pedagang sayuran,
dan lain-lainnya yang masing-masing usahanya bersifat kekeluargaan.
Sedangkan
definisi ILO (Organisasi Buruh Internasional) tentang sektor informal adalah
cara melakukan pekerjaan apapun dengan karakteristik mudah dimasuki, bersandar
pada daya lokal, usaha milik sendiri, beroperasi dalam skala kecil, padat karya
dan dengan teknologi yang adaptif, memiliki keahlian di luar sistem pendidikan
formal, tidak terkena langsung regulasi, dan pasar yang kompetitif (Kompas,
15/04/06). Untuk mempermudahnya akan dipakai definisi atau pengertian sektor
informal dari ILO karena sifatnya yang bisa mencakup semua aspek yang ada dalam
sektor informal. Selain itu definisi ini mempermudah bagian-bagian mana yang
ada dalam sektor informal dari segi mendirikan, menjalankan, teknologi, modal
dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sektor informal.
Menurut
Todaro (1998) karakteristik sektor informal adalah sangat bervariasi dalam
bidang kegiatan produksi barang dan jasa berskala kecil, unit produksi yang
dimiliki secara perorangan atau kelompok, banyak menggunakan tenaga kerja
(padat karya), dan teknologi yang dipakai relatif sederhana, para pekerjanya
sendiri biasanya tidak memiliki pendidikan formal, umumnya tidak memiliki
keterampilan dan modal kerja. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan
mereka cenderung rendah dibandingkan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan di
sektor formal. Pendapatan tenaga kerja informal bukan berupa upah yang diterima
tetap setiap bulannya, seperti halnya tenaga kerja formal. Upah pada sektor
formal diintervensi pemerintah melalui peraturan Upah Minimum Propinsi (UMP).
Tetapi penghasilan pekerja informal lepas dari campur tangan pemerintah.
Gambaran
sektor formal-informal dapat menjadi sinyal perekonomian negara, semakin maju
perekonomian maka semakin besar peran sektor formal. Elastisitas sektor
informal dalam menyerap tenaga kerja menjadikan sektor ini selalu diminati
meskipun nilai tambah yang dihasilkan tidak sebesar sektor formal. Sektor
informal rata-rata disetiap provinsi menyerap sekitar lebih dari 50 persen
angkatan kerja perkotaan. Sektor ini juga mampu bertahan dalam situasi krisis
ekonomi dibanding usaha lain. Hal ini disebabkan karena sektor informal relatif
tidak tergantung pada pihak lain, khususnya bidang permodalan, fleksibel, mampu
beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan mampu mengidentifikasi peluang yang
muncul.
Prospek
dan perkembangan Sektor Informal yang meningkat dari tahun ke tahun ternyata
tidak sejalan dengan permasalahan yang dihadapi oleh sektor informal, baik
permasalahan intern maupun ekstern. Permasalahan intern yang dihadapi antara
lain: banyaknya pesaing usaha yang sejenis, belum adanya pembinaan yang memadai
dan akses kredit yang masih sukar dan terbatas. Sedangkan permasalahan ekstern
yang dihadapi sektor informal antara lain: lemahnya dalam struktur permodalan,
lemah dalam struktur organisasi dan manajemen, terbatasnya komoditi yang
dijual, tidak adanya kerja sama antar pelaku sektor informal, pendidikan rendah
dan kualitas Sumber Daya Manusia yang kurang memadai (Firdausy,1995).
Perdagangan
di sektor informal ini kurang dapat berkembang kearah usaha yang lebih besar
walaupun mempunyai daya jual yang cukup tinggi, hal ini disebabkan adanya
keterbatasan kemampuan dalam pengelolaan usaha yang masih bersifat tradisional,
tambahan modal kredit dari pihak ketiga yang masih kecil dan informasi tentang
dunia usaha sangat terbatas, jumlah dan kualitas tenaga kerja yang terbatas,
sifat kualitas barang yang dijual hanya sebatas kebutuhan untuk barang dagangan
saja. Karena itu yang harus dicapai dalam usaha sektor informal ini dalam
peningkatan pendapatan usaha harus didukung oleh penguasaan terhadap usaha
tersebut.
Sektor informal: Ekonomi Bayangan, Ekonomi Bawah
Tanah, dan Teori Dualisme
Ekonomi Bayangan
Ekonomi
bayangan diartikan di sini sebagai transaksi ekonomi yang tak terekam oleh
statistik negara. Yang masuk kategori ini luas sekali, yaitu: sektor informal,
jasa pribadi, kegiatan ekonomi ilegal, dan korupsi. Tak ada negara yang bebas
sama sekali dari ekonomi bayangan. Namun, skala dan karakternya berbeda dan
dengan dampak yang berbeda pula. Studi memperlihatkan skala ekonomi bayangan
yang tinggi menunjukkan kelemahan institusi publik di suatu negara. Ekonomi
bayangan di negara dengan kondisi institusi lemah bisa mencapai lebih dari 50
persen. Kondisi transisional suatu negara adalah masa yang berbahaya untuk
menentukan arah kematangan institusi.
Menurut
studi, kebanyakan negara transisional—secara ekonomi dan politik—di Balkan dan
Eropa Timur menunjukkan peningkatan skala setidaknya dalam 10 tahun pertama,
kecuali segelintir negara. Rusia negara raksasa dengan pertumbuhan ekonomi
bayangan membesar antara lain karena guncangan institusional selama
transformasi. Ekonomi bayangan bisa mengandung elemen positif, seperti
transaksi ekonomi berbasis hubungan modal sosial. Misalnya, kasus DI
Yogyakarta, hubungan erat antara ekonomi dan rakyat menghasilkan data statistik
menakjubkan: daerah dengan pertumbuhan termasuk rendah, tingkat kesejahteraan
tinggi untuk ukuran Indonesia. Di negara-negara dengan kestabilan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan umum, tingkat ekonomi bayangan rendah.
Dari
studi komprehensif CAER II Project Office Harvard Institute for International
Development (2000) yang antara lain menggambarkan hubungan tiga wilayah, yaitu
ekonomi makro, ekonomi mikro, dan sosial politik dengan skala wilayah bayangan.
Hasil positif—artinya kian besar atau kecil wilayah bayangan kian tinggi atau
rendah indikator tertentu di tiga wilayah—ditunjukkan oleh besarnya korupsi,
beban peraturan, inflasi, dan pengangguran. Hasil negatif—yaitu kian besar
wilayah bayangan, semakin kecil angka indikator di tiga wilayah—yaitu indikator
penerimaan negara, pajak, investasi, keterbukaan pasar, kualitas pelayanan
publik, kestabilan perbankan, indikator pembangunan manusia, kualitas masyarakat
sipil, dan demokrasi.
Ekonomi Bawah Tanah
Ekonomi
bawah tanah adalah aktivitas ekonomi yang tak tercatat dalam pembukuan ekonomi
resmi yang direpresentasikan oleh Produk Domestik Bruto. Ada beberapa kriteria
yang menyebabkan aktivitas-aktivitas ini tidak tercatat secara resmi, salah
satunya adalah karena aktivitas ini memang tersembunyi atau memang
disembunyikan, yang berbentuk aktivitas illegal seperti perjudian, prostitusi,
human trafficking, tindak korupsi dan
penyelundupan barang. Sulitnya membuat ukuran yang pasti, seperti mengukur
nilai tambah ekonomi yang dihasilkan ibu-ibu rumah tangga dalam mengasuh anak,
membersihkan rumah hingga memasak juga membuat nilai aktivitas ini tidak
tercatat. Salain itu ada juga yang karena potensinya yang tidak disadari atau
dianggap remeh (under estimate)
antara lain termasuk sejumlah aktivitas
di sektor informal dan ekonomi usaha super kecil (micro) yang ternyata oleh sejumlah peneliti –antara lain Profesor
Mubyarto—justru dianggap berputar lebih kencang di masa krisis. Ekonomi bawah
tanah merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang sengaja disembunyikan untuk
menghindarkan pembayaran pajak. Kegiatan ekonomi bawah tanah umumnya
berlangsung di semua Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang. Ekonomi bayangan ini lazimnya diukur dari
besarnya nilai ekonomi yang dihasilkan, dibandingkan dengan nilai produk
domestik bruto (PDB). Berdasarkan
penelitian Dr. Enste dan Dr. Schneider (2002), besarnya presentase kegiatan
ekonomi bawah tanah di Negara maju dapat mencapai 14% -16% PDB, sedangkan di
Negara berkembang dapat mencapai 35%- 44% PDB. Kegiatan ekonomi bawah tanah ini
tidak pernah dilaporkan sebagai penghasilan dalam formulir surat pemberitahuan
tahunan (SPT) Pajak penghasilan,
sehingga masuk dalam kriteria penyelundupan pajak. Penyelundupan pajak ini
mengakibatkan beban pajak yang harus dipikul oleh para wajib pajak yang jujur
membayar pajak menjadi lebih berat, dan hal ini mengakibatkan ketidakadilan
yang tinggi. Kegiatan ekonomi bawah tanah yang dibarengi dengan penyelundupan
pajak ini sangat merugikan Negara karena berarti hilangnya uang pajak yang
dapat digunakan untuk melaksanakan program-program yang mensejahterakan
masyarakat.
Jenis-jenis
transaksi yang termasuk dalam aktivitas ekonomi bawah tanah dibedakan dalam
beberapa kriteria, yaitu :
1.
Aktivitas ini memang sengaja
disembunyikan. Hal ini terutama dilakukan karena ingin menghindari pajak.
Besarnya nilai yang dihasilkan dari jenis kegiatan ini tidak pernah dilaporkan
sebagai penghasilan pada formulir surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak
penghasilan, sehingga termasuk kedalam kategori penyelundupan pajak. Hal ini
mengakibatkan terjadinya ketidakadilan karena beban pajak yang ditanggung oleh
wajib pajak yang jujur dalam membayar pajak menjadi lebih banyak.
Contoh
dari aktivitas yang termasuk ke dalam kategori ini adalah :
·
Perjudian
·
Prostitusi
·
Human trafficking
·
Korupsi
·
Penyelundupan
2.
Sulitnya membuat ukuran yang pasti
mengenai nilai tambah (value added)
ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. Contoh aktivitas yang termasuk
dalam kategori ini adalah :
·
Kegiatan yang dilakukan ibu rumah
tangga, seperti memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah dan lainya.
·
Kegiatan ekonomi subsisten yang banyak
dilakukan oleh masyarakat di pelosok pedalaman, dimana mereka menanam sendiri
tanaman pangan seperti padi, palawija, sayuran, buah dan tanaman lain untuk
mereka lansung mengkonsumsi sendiri tanpa menjualnya ke pasar, sehingga sulit
mengukur nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.
3.
Jenis aktivitas yang potensi dan nilai
ekonominya kurang disadari oleh masyarakat. Contoh aktivitas yang termasuk ke
dalam kategori ini adalah :
·
Usaha rumah tangga yang masih sederhana
·
Multi Level Marketing (MLM)
·
Jenis usaha di sektor informal
Teori Dualisme
Dualisme adalah konsep
filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan
antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas
non-fisik. Gagasan tentang dualisme
jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi
jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat,
dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari
pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.
Versi dari dualisme yang dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641), yang berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik.
Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan
kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga,
dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang
ada sekarang. Dualisme
bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi dualisme properti dapat dianggap sejenis
materilasme emergent sehingga akan hanya bertentangan dengan
materialisme non-emergent.
Perbedaan Karakteristik Sektor Informal dan Sektor Formal
Perbedaan antara sektor informal dan sektor formal sangat
jauh dari segi dana, kredit dan usaha yang dilakukan. Perbedaan antara kedua
sektor memberikan pengaruh pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda
baik untuk negara maupun masyarakat dan kedua sektor ini. Perbedaaan antara
sektor formal dan sektor informal sebagai berikut :
Karakteristik
|
Sektor Informal
|
Sektor Formal
|
1. Modal
2. Teknologi
3. Organisasi
4. Permodalan
5. Serikat buruh
6. Bantuan negara
7. Hubungan dengan desa
8. Sifat wiraswasta
9. Persediaan barang
10. Hubungan kerja dengan majikan
|
1. Sukar diperoleh
2. Padat karya
3. Organisasi keluarga
4. Dari lembaga keuangan tidak resmi
5. Tidak berperan
6. Tidak ada
7. Saling
menguntungkan
8. Berdikari
9. Jumlah kecil kualitas rendah
10. Berdasarkan asas saling percaya
|
1. Relatif mudah diperoleh
2. Padat modal
3. Birokrasi
4. Dari lembaga keuangan resmi
5. Sangat berperan
6. Penting untuk kelangsungan usaha
7. ”one-way-traffic”
untuk kepentingan sektor
formal
8. Sangat tergantung dari perlindungan
pemerintah atau impor
9. Jumlah besar dan kualitas baik
10. Berdasarkan kontrak kerja
|
Sumber : Alisahbana, Sutan T. dikutip oleh Pepih Nugraha
dalam Kompas, 15/04/06, hal. 34
Sepuluh karakter perbedaan di atas merupakan gambaran
bagaimana keadaan sektor informal dan sektor formal yang berkembang secara bersama-sama dalam perekonomian bangsa. Bagaimana yang
satu selalu mendapatkan kemudahan dan yang satu tidak mendapatkan kemudahan
untuk mengembangkan sektornya. Perbedaan yang mencolok ini menyebabkan tidak
adanya kebijakan pemerintah yang sampai ke sektor informal dan menyebabkan
sektor informal hanya dipandang sebelah mata.
Jenis-jenis dan Indikator Usaha Sektor Informal
Sebagaimana dikemukakan oleh Keith Hart, terdapat dua
macam sektor informal jika dilihat dari kesempatan memperoleh penghasilan,
yaitu:
1.
Sah, yaitu
terdiri atas:
a.
Kegiatan-kegiatan
primer dan skunder, misalnya; usaha pertanian, perkebunan yang berorientasi
pada pasar, kontraktor bangunan, dan lain sebagainya.
b.
Usaha tersier
dengan modal yang relatif besar, misalnya; perumahan, transportasi, usaha-usaha
untuk kepentingan umum, dan lain sebagainya.
c.
Distribusi
kecil-kecilan, meliputi; pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang
kelontong, pedagang asongan, dan sebagainya.
d.
Transaksi
pribadi, misalnya pinjam-meminjam, pengemis atau pemulung.
e.
Jasa yang lain,
misalnya; pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan
sebagainya.
2.
Tidak sah,
terdiri dari:
a.
Jasa kegiatan
dan perdagangan gelap pada umumnya; penadah barang-barang curian, lintah darat,
perdagangan obat bius/terlarang, penyelundupan, pelacuran, dan sebagainya.
b.
Transaksi
pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata),
pemalsuan uang, perjudian, dan sebagainya.
Sementara itu indikator sektor informal sebagaimana
diuraikan oleh Sukesi (2002) dalam Safaria (2003:5) meliputi 11 hal, yaitu:
·
Kegiatan usaha
tidak terorganisasi
·
Usaha tidak
punya ijin
·
Pola kegiatan
usaha tidak teratur
·
Tidak ada
kebijakan bantuan dari pemerintah,
·
Para pekerja
mudah keluar masuk tanpa ikatan atau kontrak tertentu
·
Penggunaan
teknologi yang sangat sederhana
·
Modal usaha
tergolong kecil
·
Tidak mesti memerlukan pendidikan formal
·
Pengelolaan
usaha bisa dilakukan oleh pekerja atau keluarga sendiri
·
Produk atau jasa
dikonsumsi oleh kalangan menengah ke bawah
·
Usaha dengan
modal sendiri (Safaria, 2003:5).
Daftar Pustaka
Chalid,
Pheni.2009. Sosiologi Ekonomi.
Jakarta: CSES Press.
Mulyadi
S. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perpektif Pembangunan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Todaro,
Michael P. dan Stephen Smith. 2003. Pembangunan
Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.