1. Teori Keunggulan Komperatif
Teori
keunggulan komparatif (theory
of comparative advantage) merupakan teori yang dikemukakan
oleh David Ricardo. Menurutnya, perdagangan internasional terjadi bila ada
perbedaan keunggulan komparatif antarnegara. Ia berpendapat bahwa keunggulan
komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu
memproduksi barang
dan jasa
lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya. Sebagai
contoh, Indonesia
dan Malaysia
sama-sama memproduksi kopi
dan timah.
Indonesia mampu memproduksi kopi secara efisien dan dengan biaya yang murah,
tetapi tidak mampu memproduksi timah secara efisien dan murah. Sebaliknya,
Malaysia mampu dalam memproduksi timah secara efisien dan dengan biaya yang
murah, tetapi tidak mampu memproduksi kopi secara efisien dan murah. Dengan
demikian, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi kopi dan
Malaysia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi timah. Perdagangan
akan saling menguntungkan jika kedua negara bersedia bertukar kopi dan timah.[1]
Menurut Keunggulan komparatif dari Ricardo
menyatakan bahwa sekalipun suatu Negara tidak memiliki keunggulan absolute
dalam memproduksi 2 jenis komoditas jika dibandingkan Negara lain, namun
perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berelangsung, selama rasio
harga antar Negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.
Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja yang menyatakan
hanya satu factor produksi yang penting menentukan nilai suatu komoditas, yait
factor tenaga kerja. nilai suatu komoditas adalah proporsional (secara
langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya.
Teori Keunggulan komperatif Ricardo
disempurnakan oleh teori biaya imbangan. argumentasi dasarnya bahwa harga
relative dari komoditas yang berbeda
ditentukan oleh perbedaan biaya. biaya disini menunjukan produksi komoditas
alternative yang harus dikorbankan untuk menghasilkan komoditas yang
bersangkutan. selanjutnya menurut Simatupang (1991) maupun Sudaryanto dan
simatupang (1993), konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing
(keunggulan) potensial dalam arti daya saing yang akan dicapai pada
perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. aspek yang terkait dengan
konsep keunggulan komparatif adalah
kelayakan ekonomi.
Teori
keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo ini bertujuan untuk melengkapi teori Adam Smith yang tidak
mempersoalkan kemungkinan adanya negara-negara yang sama sekali tidak mempunyai
keuntungan mutlak dalam memproduksi suatu barang terhadap negara lain misalnya
negara yang sedang berkembang terhadap negara yang sudah maju. Untuk melengkapi
kelemahan-kelemahan dari teori Adam Smith, Ricardo membedakan perdagangan
menjadi dua keadaan yaitu:
1. Perdagangan dalam negeri.
2 Perdagangan
luar negeri.
Menurut Ricardo keuntungan mutlak yang
dikemukakan oleh Adam Smith dapat berlaku di dalam perdagangan dalam negeri
yang dijalankan atas dasar ongkos tenaga kerja, karena adanya persaingan bebas
dan kebebasan bergerak dari faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal.
Karena itu masing-masing tempat akan melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang-barang tertentu apabila memiliki ongkos tenaga kerja yang paling kecil. Sedangkan untuk perdagangan luar negeri tidak dapat didasarkan pada keuntungan atau ongkos mutlak. Karena faktor-faktor produksi di dalam perdagangan luar negeri tidak dapat bergerak bebas sehingga barang-barang yang dihasilkan oleh suatu negara mungkin akan ditukarkan dengan barang-barang dari negara lain meskipun ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang tersebut berlainan.
Dengan
demikian inti Keuntungan komparatif dapat dikemukakan sebagai berikut:
Bahwa suatu negara akan menspesialisasi dalam memproduksi barang yang lebih efisien di mana negara tersebut memiliki keunggulan komparatif.( Budiono, 1990:35)
Bahwa suatu negara akan menspesialisasi dalam memproduksi barang yang lebih efisien di mana negara tersebut memiliki keunggulan komparatif.( Budiono, 1990:35)
Atau
dengan kata lain dapat dikemukakan sebagai berikut: Kemampuan untuk menemukan
barang-barang yang dapat di produksi pada tingkat biaya relatif yang lebih
rendah daripada barang lainnya. ( Charles P.Kidlleberger dan Peter H. Lindert,
Ekonomi Internasional (terjemahan Burhanuddin Abdullah,1991:30). Untuk itu bagi negara yang tidak memiliki
faktor-faktor produksi yang menguntungkan, dapat melakukan perdagangan
internasional, asalkan negara tersebut mampu menghasilkan satu atau beberapa
jenis barang yang paling produktif dibandingkan negara lainnya.
Dalam teori keunggulan komparatif ini
suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan pendapatannya jika negara
tersebut melakukan spesialisasi produksi barang atau jasa yang memiliki
produktivitas dan efisiensi tinggi.
Berikut adalah ringkasan dari asumsi Teori David Ricardo :
1.
Hanya
ada dua negara yang melakukan perdagangan Internasional
2.
Hanya
ada 2 barang (komoditi) yang diperdagangkan
3.
Masing-masing
negara hanya mempunyai 2 unit faktor produksi
4.
skala
produksi bersifat “contant return to scale” artinya harga relatif barang-barang
tersebut adaah sama pada berbagai kondisi produksi
5.
Berlaku
labour theory of value (teori nilai tenaga kerja) yang menyatakan bahwa nilai
atau harga dari suatu barang (komoditi) adalah sama dengan atau dapat dihitung
dari jumlah waktu jam kerja yang dipakai dalam memproduksi barang komoditi
tersebut.[2]
2. Contoh Kasus dari keunggulan komparatif
Untuk dapat mengetahui secara jelas dalam
penerapan keunggulan komparatif di suatu Negara, maka dapat di ambil contoh
kasus sebagai berikut :
Ada Dua Negara yaitu
Indonesia dan Persia, dan ada dua barang yaitu Permadani dan rempah-rempah.
Untuk menghasilkan sehelai permadani di Persia seorang harus bekerja selama 4
hari. sebaliknya untuk menghasilkan 1 kg rempah-rempah di Indonesia seorang
harus bekerja selama 2 hari, sedang di Persia 3 hari. kebutuhan hari kerja bagi
kedua barang di kedua Negara tersebut bisa diringkas sebagai berikut :
|
Persia
|
Indonesia
|
Permadani
|
2
hari
|
4
hari
|
Rempah-Rempah
|
3
hari
|
2
hari
|
Contoh diatas adalah kasus yang sangat
sederhana dan memberikan kesimpulan yang jelas mengenai siapa-siapa yang akan
mengekspor dan mengimpor. namun keadaan
nyata tidaklah selalu sesederhana itu. untuk berbagai barang, tidak jarang
dijumpai bahwa suatu Negara yang efisien dalam memproduksikan suatu barang,
juga efisien dalam memproduksikan barang-barang lain. ini disebabkan, misalnya
oleh penggunaan teknologi dan mesin-mesin yang lebih efisien, atau ketrampilan
kerja penduduk yang secara rata-rata memang menonjol. dalam hal ini kita
menghadapi kasus di mana suatu Negara mempunyai keunggulan mutlak dalam
memproduksi semua barang. lalu apakah ii berate bahwa Negara ini akan mengekspor
semua barang dan sama sekali tidak mengimpor ? teori keunggulan mutlak akan
menjawab “ya” tetapi ekonom klasik David Ricardo mengatakan “tidak”. dalam hal
ini, menurut david Ricardo yang berlaku adalah teori keunggulan komparatif.
suatu Negara hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif
tinggi dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan komparatif rendah.
Jika seandainya
contoh tersebut diubah menjadi sebagai berikut :
|
Persia
|
Indonesia
|
Permadani
|
2 hari
|
4 hari
|
Rempah-Rempah
|
3 hari
|
4 hari
|
Disini
Persia mempunyai keunggulan mutlak dalam kedua barang tersebut, karena keduanya
bisa diproduksikan lebih murah di Persia. Ricardo mengatakan bahwa dalam hal
ini tidak berarti bahwa Persia akan mengekspor baik permadani maupun rempah-remph
ke Indonesiaa. dalam keadaan inipun Indonesia masih akan mengekspor
rempah-rempah ke Persia dan Persia mengekspor Permadani ke Indonesia. Mengapa ?
Inilah penjelasan Ricardo :
Sebelum ada perdagangan, di Persia 2 helai
permadani mempunyai nilai yang sama dengan 2 kg rempah-rempah, sedangkan di
indonesia sehelai permadani sama dengan 1 kg rempah-rempah. dinyatakan dalam
rempah-rempah, permadani di Persia relative lebih murah daripada permadani di
Indonesia. satu kg rempah-rempah di Persia bisa ditukar dengan satu setengah
helai permadani, sedang di Indonesia 1 kg rempah-rempah hanya bisa ditukar
dengan 1 helai permadani. kita katakana disini bahwa Persia mempunyai
keunggulan komparatif dalam produksi
permadani dan Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dalam produksi rempah-rempah. oleh
sebab itu akan menguntungkan kedua belah pihak apabila Indonesia bisa
menukarkan rempah-rempahnya dengan permadani Persia dan Persia menukarkan
permadaninya dengan rempah-rempah Indonesia. jadi, jelas bahwa adanya keunggulan
komparaitf bisa menimbulkan manfaat perdagangan bagi kedua belh pihak dan
selanjutnya akan mendorong timbulnya perdagangan antar Negara. keunggulan
komparatif mendorong Persia untuk mengekspor permadinya ke Indonesia dan
mengimpor rempah-rempah dari Indonesia . sebaliknya, Indonesia akan terdorong
untuk mengekspor rempah-rempahnya ke persia dan mengimpor permadani dari
Persia. orongan pertukaran ini tetap ada meskipun kita lihat bahwa Persia
mempunyai keunggulan mutlak dalam kedua barang tersebut.